Ketika
mendengar kata “Trowulan”, umumnya kita membayangkan museum dan Majapahit.
Trowulan adalah sebuah desa sekitar 10 km sebelah barat daya Mojokerto (atau
1.5 jam perjalanan dari Surabaya) yang dipercaya sebagai bekas ibukota kerajaan
Majapahit. Hal ini karena disini terdapat
banyak peninggalan-peninggalan arkeologi mulai dari candi, gerbang, pentirtaan,
situs, dasaran bangunan rumah, dan rekonstruksi balai utama keraton Majapahit. Bahkan
sampai sekarang masih sesekali ditemukan situs-situs arekologi baru disekitar
Trowulan sebagai bukti luasnya ibukota Majapahit saat itu dan yang belum
tergali. Bahkan terdapat juga sebuah makam islam kuno yang bisa menjadi bukti
adanya sekelompok muslim yang mendiami kawasan ini dan hidup berdampingan
dengan mayoritas masyarakat Hindu skala itu.
Majapahit adalah kerajaan Hindu terakhir di Indonesia sekitar abad 14-16, namun sekaligus juga mencatatkan diri sebagai kerajaan terbesar yang pernah ada dengan jangkauan wilayahnya mencakup Nusantara. Nusantara adalah wilayah Indonesia sekarang ini ditambah Singapura dan sebagian besar Malaysia. Majapahit juga menjadi salah satu sumber inspirasi berdirinya negara Indonesia. Pengaruhnya terasa dalam politik, tata pemerintahan, dan istilah-istilahnya walau rentang jaraknya sekitar 700 tahun. Bahkan keturunan Majapahit-lah yang mendirikan kota Singapura dan Malaka yang merupakan cikal bakal dari negara Singapore dan Malaysia sekarang ini.
Namun itu adalah keemasan masa lalu. Situs Trowulan sekarang harus banyak bekerja dan berupaya jika ingin mengembalikannya. Atau setidaknya menjadi salah satu wilayah dengan potensi wisata unggulan di propinsi Jawa Timur agar tidak hanya menjadi sekedar kawasan lintasan dari Jawa Tengah ke Bali atau Bromo.
“Pengembangan situs Trowulan sebenarnya sudah digagas pemerintah sejak 2007 dan 2008 dengan label Proyek Taman Majapahit. Salah satu kegiatannya adalah membangun Pusat Informasi Majapahit (PIM) yang merupakan pengembangan dari museum lama” kata Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Nasional, Mundardjito (2013). “Trowulan unggul dengan elemen religi dan atmosfir budaya yang kental sehingga kami dorong semua potensi tersebut agar lebih naik, terutama pada sektor wisata" imbuh wakil Bupati Pungkasiadi saat itu.
SISI BUDAYA
Nampak
jelas bahwa budaya merupakan triger
pariwisata di Trowulan. Kawasan ini menyuguhkan daya tarik wisata melalui
candi-candi, situs-situs purbakala, dan museum Majapahit yang tertata rapi.
Kunjungan ke peninggalan-peninggalan arkeologi tersebut seolah-olah membawa
wisatawan ke dunia jaman kerajaan kuno dahulu. Patut diacungi jempol managemen
dan perawatan dari obyek-obyek wisata budaya tersebut oleh BPCB (Badan
Pelestarian Cagar Budaya) Trowulan sehingga wisatawan merasa lebih nyaman dan mendapat
gambaran lebih baik. Bahkan sekarang BPCB meluaskan jangkauannya hingga ke
seluruh wilayah Jawa Timur yang berkaitan dengan peninggalan Majapahit.
Umumnya candi-candi peninggalan Majapahit banyak disusun dari batu bata; untuk membedakannya dengan candi-candi buatan sebelum Majapahit yang didominasi batu andesit (batu gunung). Tidak diketahui dengan pasti pertimbangan apa. Mungkin kemudahan pembuatan batu-bata dan biaya mendirikan candi-nya. Candi (cungkup) Bajang Ratu, candi (perabuan) Brahu, (pentirtaan) candi Tikus, candi gentong, dan candi Menakjinggo yg masih dalam tahap rekonstruski, serta pintu gerbang Wringin Lawang adalah bukti-bukti nyata dari peninggalan Majapahit.
Candi-candi tersebut terawat dengan baik. Dari pintu masuk dibuatkan jalan setapak yang mengarah ke candi dengan hiasan taman apik disisinya. Dibuatkan pula spot-spot untuk rehat dibawah pohon dengan pemandangan langsung kearah candi. Sungguh asri dan nyaman sambil menghindari terik panas matahari. Managemen BPCB sudah mampu membuat kunjungan ke candi-candi ini sangat berbeda dengan suasana agak kumuh dahulu.SISI EDUKASI
Titik point wisata edukasi Trowulan adalah
museum Majapahit. Museum ini sebagai pengembangan museum lama dipinggir jalan
yang sudah tidak mampu menampung semakin banyaknya temuan peninggalan Majapahit.
Pola penataan indoor-nya menarik dan tersusun rapi, disertai informasi cukup
sehingga memudahkan pengunjung memahami tampilan pernak-pernik arkeologi
Mapajapahit. Terdapat peninggalan sangat lengkap tentang Majapahit mulai dari
patung-patung, prasasti, penggalan tulisan, alat-alat upacara, dan bahkan sumur
kuno. Highlight dari museum ini adalah pahatan sang Surya Majapahit, patung
Airlangga sebagai Wisnu dan rekonstruksi rumah Majapahit.
Dibagian selatan musem terdapat 3
situs arkeologi bekas pemukiman. Jika di Xi’an (China) terkenal dengan situs
ratusan tentara dibawah tanah, maka situs pemukiman Majapahit mirip-mirip walau
tanpa patung tentara. Disini jejak batu dan bata menunjukan bahwa dahulu
terdapat kawasan pemukiman diatasnya. Bisa jadi karena faktor letusan gunung
berapi (G. Kelud, G. Welirang, dsb), ditambah banjir bandang akibat meluapnya
sungai Brantas, yang menghancurkan dan menyebabkan situs ini berada dibawah permukaan
tanah. Bahkan di situs candi Kedaton (1 km selatan museum) bekas-bekas batu dan
bata lebih menunjukkan kawasan kompleks percandian atau seperti pura di Bali.
Selain adanya pondasi candi Kedaton didekatnya, juga karena rekat jarak
masing-masing petilasan yang tidak memungkinkan sebagai kawasan hunian.
Agak selatan lagi terdapat petilasan pendopo agung kerajaan Majapahit. Suatu rekonstruksi bangunan rumah besar yang dilakukan dan diresmikan Kodam Brawijaya th. 1986. Bangunan seluas 40 m x 40 m ini berbentuk pendopo (bangunan tanpa dinding samping) dan didirkan tepat diatas temuan 26 umpak (dasaran tiang) yang membujur barat-timur. Untuk ukuran jaman Majapahit tentu bangunan seluas ini pasti berkaitan erat dengan keraton sehingga sangat wajar bila diduga merupakan pendopo agung kerajaan Majapahit kala itu.
Jika terbukti benar, maka tidak
berlebihan jika pendopo agung ini juga menjadi saksi bisu titik awal
kebangkitan dan kejayaan Majapahit. Karena diduga kuat disinilah mahapatih
Gajahmada, dihadapan ratu Tribhuwanatunggadewi, mengucapkan sumpah sakti
“Palapa”-nya yang legendaris tahun 1258 C / 1336 M seperti tertulis dalam kitab
Pararaton (abad 16).
“Sira Gjah Mada patih amangkubumi tan ayun
amukti palala, sira Gjah Mada : lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa,
lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang,
Dompo, ring Bali, ring Sunda, ring Palembang, ring Tumasik, samana isun amukti
palapa”
(Saya patih
amangkubumi Gajah Mada, saya bersumpah : Sebelum bisa menyatukan nusantara, belum sempurnalah
“palapa”-ku. Dengan menaklukkan Gurun (kota besar di Maluku), Seran (??,
mungkin sekitar Maluku), Tanjung Pura (kerajaan di Kalimantan), Haru (Aru,
kerajaan di Sumatera utara), Pahang (penguasa Malaysia), Dompo (kota besar kerajaan
di Sumbawa), Bali, Sunda (kerajaan di Jawa Barat), Palembang (di kota besar di Sumatera
selatan, bisa bermakna Sriwijaya), Tumasik (kota Singapura), maka sempurnalah bakti
“palapa”-ku)
SISI RELIGI
Di desa Sentonorejo terdapat makam
islam populer yakni Troloyo. Sesungguhnya terdapat 2 kompleks makam islam
disini, bagian depan dan belakang. Yang paling dikenal dibagian depan adalah
makam syeh Jumadil Kubro yang dipercaya sebagai kakek buyut Walisongo. Yang
menarik adalah kompleks makam belakang yang salah satunya terdapat 7 kubur atau
kubur pitu. Sebuah areal makam islam
sederhana hanya ditutupi atap seng dan beralas karpet. Beberapa kubur tersebut
berhias “Surya Majapahit” dan tulisan arab. Tidak diketahui dengan pasti siapa
dimakam disana. Pada nisan terdapat tulisan angka tahun 1397 C / 1475 M, suatu
masa jaman Majapahit namun dalam periode paska puncak kejayaannya dibawah raja
HayamWuruk (1350 – 1389 M).
Makam islam kubur pitu ini menarik karena sebagai bukti adanya kaum muslimin dikawasan ibukota Majapahit. Jelas saat itu mereka sudah diterima sebagai salah satu komunitas warga ibukota, dan berdampingan dengan mayoritas warga Majapahit yang tentunya beragama Hindu. Yang masih menjadi misteri sampai sekarang adalah kenapa panjangnya sekitar 3 meter yang diluar standard makam sekarang ini.
INDUSTRI TROWULAN
Selaras dengan kesenian Majapahit, ada beberapa kegiatan industri yang bernuansa Majapahit. Industri-industri ini, walaupun skala kecil, namun banyak menghidupi masyarakat sekitar Trowulan dan mencegah urbanisasi. Karena semua adalah industry padat karya. Salah satu yang populer adalah pembuatan batu-bata. Jaman Majapahitlah penggunaan batu-bata atau terakota banyak digunakan secara masif, baik untuk bahan bangunan, irigasi, dan peralatan. Batu-bata trowulan juga disebut salah satu terbaik dikawasan Surabaya raya. Industri ini tentunya sudah berkembang sejak mnculnya kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu; karena digunakan sebagai penyuplai bahan bangunan ibukota dan kawasan sekitarnya yang luas sekali.
Industri yang sebetulnya populer dari Trowulan namun kurang terdengar gaungnya di Jawa adalah pembuatan patung batu. Patung-patung bernuansa agama Hindu dan Budha ini banyak di kirim ke kawasan populer turis seperti Bali dan Yogya atau juga merupakan pesanan dan bahkan dari luar negeri. Ada cukup banyak pengrajin patung disepanjang jalan nasional Trowulan. Bagi masyarakat sekitar Trowulan yang merupakan bekas ibukota Majapahit, industri pembuatan patung tentunya juga keahlian yang sudah turun temurun diwariskan ke anak cucu sehingga masih terjaga sampai sekarang.
Bermula dari ide kenang-kenangan, maka industry suvenir juga sebuah keniscayaan. Yang paling populer tentunya pernak-pernik dari terakota yang merupakan ciri khas Majapahit. Suvenir bentuk hewan, loro blonyo, dan juga kepala sang mahapatih Gajahmada paling digemari. Sedangkan suvenir patung-patung banyak didominasi dari cor kuningan dengan ragam yang lebih banyak dan atraktif. . Bahkan diduga industri cor kuningan dimulai sejak tahun 60-an.KAMPUNG MAJAPAHIT
Datanglah ke desa Bejijong,
sekitar 2 km barat laut musem Majapahit. Deretan rumah-rumah bergaya ala
Majapahit berhias sepanjang jalan. Oleh Pemprov Jawa Timur, Pemkab. Mojokerto,
dan BPCB (Badan Pelestarian Cagar Budaya) Trowulan, desa Bejijong diputuskan
menjadi trigger “Kampung Majapahit”. Suatu usaha rekonstruksi penampilan kampung
Majapahit 700 tahun yang lalu.
Inilah salah satu upaya kreatif dalam menghadirkan pesona wisata yang tidak hanya berlandaskan peninggalan obyek. Tetapi juga suatu terobosan baru dengan nuansa Desa Wisata, karena kunjungan wisata dengan pola “interaksi” akan memiliki daya kenangan dan pembelajaran lebih. Pemprov Jatim menganggarkan dana sekitar 52 M untuk mewujudkan Kampung Majapahit ini. Sekarang kampung Majapahit sudah meliputi 3 desa yakti Desa Bejijong, Sentonorejo, dan Jatipasar. Program ini masih sekarang masih berlanjut dan akan menambah 3 desa lagi. Kampung Majapahit juga akan berfungsi menjadi semacam museum hidup bagi para pengunjungnya.
“Design rumah Kampung Majapahit saat ini merupakan hasil modifikasi dari rumah kawula (rakyat biasa) Majapahit kala itu. Dengan pedoman bahwa rumah hanya berfungsi sebagai tempat tidur, sedangkan aktivitas kehidupan lainnya dilakukan diluar rumah. Hanya atap yang sekarang mengikuti konsep modern supaya juga tahan lama; Sementara untuk rumah jaman Majapahit dulu biasanya modelnya menggunakan atap sirap” kata Andi Muhammad Said sebagai kepala BPCP.
Berkunjung
dan menelusuri kampung Majapahit seolah-olah semakin menenggelamkan wisatawan
dalam suasana Majapahit. Bentuk dan arsitektur bagian depan rumah ditambah
hiasan pagar dan gerbang rumah dengan simbol Majapahit Sang Surya rumah sangat membedakan dengan kampung-kampung
tradisional Jawa pada umumnya. Wisatawan sepertinya bisa berlama-lama menikmati
suasana adem ayem ini sambil minum es
degan dan berteduh dibawah pohon rindang dihalaman rumah Majapahit tersebut.
Jika anda berminat untuk mengunjungi obyek wisata ini, silahkan kontak dibawah ini untuk pengaturannya.
=========== ******* ===========
Irsam Soetarto
( Fotografy Trip Organizer )
WA : +62.81357814774
FB : Irsam Soetarto
IG : irsamsoetarto
Comments
Post a Comment