Candi SUMBER TETEK

Tidak banyak bangunan candi di Jawa Timur yang menarik fotografer. Karena kurang memiliki angle menonjol, tidak memberikan mood, serta kurang mengandung unsur visual yang kuat; Lebih sering merupakan bangunan semata. Berbeda dengan landscape indah yang merangkup itu semua sehingga sering dikunjungi dan kadang sampai 2 atau 3 kali atau bahkan lebih, seperti misalnya G. Bromo, G. Ijen, pantai Papuma, dsb.

Bisa dipahami karena candi pada dasarnya bukan memberikan nuansa keindahan. Tapi bangunan sejarah yang memerlukan pendalaman cerita, makna, dan filosofinya. Tentu berbeda jika candi tersebut terletak disebuah dataran luas dan memiliki pemandangan bebas sehingga memungkinkan dipadu dengan unsur landscape. Contoh candi Borobudur, Prambanan, Bajang Ratu (Trowulan), atau candi Gedong Songo-1.

Selain landscape, unsur visual juga bisa berperan dalam menarik minat forografer terhadap candi. Contoh kuat disini adalah candi Belahan di Gempol, Pasuruan. Terletak dilereng timur G. Penanggungan, candi ini memiliki 2 patung dewi yang agak besar dibanding keseluruhan ukuran bangunan candi. Kompisisi warna merah bata dinding candi terlihat menonjol dari keseluruhan frame lokasi ditengah hijaunya pepohonan. Dan khususnya adanya air yang keluar dari payudara salah satu patung tersebut. Ini adalah visual paling kuat diantara semuanya.

Patung dewi dengan exposure mengeluarkan air dari payudaranya di candi Belahan ternyata hanya satu-satunya di Indonesia. Sebetulnya ada 2 patung dewi yang mengeluarkan air disini, namun dewi satunya mengeluarkan air dari kendi yang dipegang tinggi ditangan kirinya dan dari cangkang kerang ditangan kanannya. Namun air dari kendi dan cangkang ini sudah lama tidak keluar karena alirannya tersumbat.

Dibalik visual indah angle fotografi, candi Belahan ternyata memiliki pendalaman sejarah dan makna yang tinggi.

 

SITUS KUNO
Berdasarkan prasasti Cunggrang yang dikeluarkan Raja Mpu Sindok 851 Saka (929 M) berisi tentang penetapan Desa Cunggrang (diduga kuat Ds. Sukci, Kec. Gempol, Pasuruan) sebagai sima (tanah istimewa yang dibebaskan dari pajak) karena rakyat desa tersebut dianggap berjasa dalam merawat bangunan suci dan salah satunya pancuran air suci di Penanggungan, “Dharma tirta pancuran ing Pawitra“. Disekitar Gempol tidak ada lagi pancuran suci kecuali Belahan. Sehingga candi ini diduga berasal dari abad ke-10 jaman Mpu Sindok.

Sementara itu, di halaman pentirtaan Belahan sendiri terdapat sebuah lingga yang merupakan simbol dari Dewa Siwa dan terdapat sebuah batu berelief yang menggambarkan :
1. Kala Rahu memakan bulan
2. Seorang Resi melihat dari langit.
Oleh para arkeolog, relief ini diartikan sebagai candrasengkala yang menunjukkan angka 971 Saka (1049 Masehi). Sejarawan Belanda, W. F. Stutterheim menganggap 1049 Masehi ini adalah tahun wafatnya Airlangga, namun pendapat ini dibantah oleh Slamet Muljana, menurutnya, candrasengkala ini lebih cocok jika dianggap sebagai tahun peletakan arca Dewa Wisnu mengendarai Garuda di Petirtaan Belahan mengingat pada masa itu peristiwa penting seperti pembangunan candi atau arca biasanya diperingati dengan candrasengkala atau prasasti bertarikh.

Terlepas dari kedua informasi diatas, 2 bukti tersebut sudah menunjukkan betapa usia pentirtaan Belahan cukup tua (sekitar 1000 tahun). Lebih tua dari kerajaan Singosari dan bahkan Majapahit yang merupakan puncak kebudayaan seni bangunan suci Hindu dan Jawa Timur.

BERKAITAN DENGAN AIRLANGGA

Dalam artikel “Airlangga – raja besar pertama Jawa Timur”, saya menulis tentang sejarah dan kebesaran raja Airlangga. Legitimasi Airlangga berpengaruh hingga beberapa dinasti setelahnya seperti Singosari, Majapahit, dan juga Mataram islam. Setelah meninggal, beliau dipuja dalam perwujudan Wisnu karena merupakan dewa sesembahannya selama hidup.

Pada dinding utama pentirtaan Belahan terdapat sepasang patung dewi, yang salah satunya mengeluarkan air sampai sekarang. Dua patung dewi ini diduga kuat perwujudan dari Dewi Sri dan Dewi Laksmi, yang merupakan shakti (pendamping) dewa Wisnu. Karena hanya Wisnu yang berkaitan erat dengan air sebagai sumber kehidupan dalam filosofi Hindu.

Pada dinding tengah agak atas, terdapat sebuah lapik dan ruang lebih kecil namun kosong tanpa arca. Secara komposisi, karena adanya 2 arca dewi tersebut, tentu dulu terletak patung utamanya yakni dewa Wisnu. Arca Wisnu yang sekarang disimpan di museum Trowulan (Mojokerto) dan salah satu primadona obyek diduga kuat berasal dari sini. Karena secara ukuran dan style arcanya sangat sesuai.

Tidak ada raja yang begitu kuat memuja Wisnu dalam kurun sejarah Jawa Timur selain Airlangga, kecuali salah satu raja Singosari bernama Wisnuwardhana. Ketika berada dipuncak kejayaannya, Mpu Kanwa menggubah karya sastra Arjunawiwaha untuk menggambarkan sejarah perjuangan dan keberhasilan Airlangga selama hidupnya. Dan sang tokoh Arjuna juga sangat dekat dengan dewa Wisnu.


SUMBER KEHIDUPAN

Candi Belahan sesungguhnya merupakan pentirtaan yakni bangunan keagamaan berkaitan dengan sumber air. Air yang mengalir dan menyentuh bangunan suci ini akan menjadi suci. Akan menjadi semakin suci tatkala diambil dan diberkati oleh pendeta.

Pada dinding candi terdapat sepasang arca dewi yang diletakkan berdampingan menghadap kearah timur. Arca-arca ini perwujudan Dewi Laksmi dan Dewi Sri. Sekarang dari payudara arca kiri mengalir air yang jatuh kekolam didepan dinding candi. Air selanjutnya mengalir kelembah bawah hingga berujung di sungai.

Personifikasi air yang mengalir dari payudara adalah sama dengan air susu ibu yang memberi kehidupan pada bayi. Penduduk sekitar masing sering mengambil air dari sumber candi dan khususnya dari payudara sang dewi. Air tersebut dipakai untuk minum sehari-hari atau oleh beberapa pengunjung dipakai ritual tertentu. Air selanjutnya mengalir ke lembah dan dataran rendah dibawahnya serta menjadi irigasi pertanian dan persawahan yang juga berfungsi sebagai sumber kehidupan.

Sebuah testimoni menarik terjadi tentang air dari candi Belahan. “Balai purbakala pernah melarang penduduk setempat mengambil air dan memanfaatkannya untuk keperluan sehari-hari karena berstatus cagar budaya. Anehnya … tak berapa lama air pada candi tidak mengalir” demikian kata Astono sang juru kunci candi. “Namun akhirnya mengalir kembali karena peraturan tersebut dicabut”.


RITUAL MANDI

Hampir setiap hari ada orang yang datang berkunjung ke candi Belahan. Baik sebagai wisatawan, mengambil air, atau ritual mandi. Khusus hari-hari tertentu dalam tanggalan Jawa seperti Kliwon atau Legi, selalu ada beberapa orang yang datang hingga malam hari atau bermalam agar bisa mandi ritual dengan benar sesuai keyakinannya. Sang juru kunci candi juga menyediakan peralatan seperlunya seperti kemben, kain putih, dupa, atau lainnya apabila ada orang yang akan ritual mandi tanpa kelengkapan.

Setahun sekali selalu diadakan ritual upacara malam syuro. Sebuah ritual kejawen disesuaikan dengan tahun baru Islam. Ritual ini melibatkan masyarakat setempat dengan sumbangan tumpeng dan makanan lainnya. Acara ini sekalian juga digunakan untuk “Bersih Desa” agar desa-desa sekitar candi mendapat limpahan air untuk kehidupan, periode hasil panen yang lebih baik, dan terhindar dari segala mara bahaya. Malam Syuro tersebut juga akan banyak orang datang ke candi Belahan untuk ritual mandi. Ritual yang bertujuan mensucikan diri dari pengaruh-pengaruh jahat dan membawa kesegaran serta keberkahan sesuai keyakinannya.


CATATAN
Apabila anda berminat pada upacara malam syuro ini, nanti akan saya update

 


Sidoarjo, 21 Februari 2021

 

Irsam Soetarto
Foto Trip Organizer

 

Comments