Borobudur - Golden tales of the Buddha, #2

 


RELIEF-RELIEF-NYA

Candi Borobudur adalah monumen tak ada duanya (like no other). Bangunan ini terdiri atas serangkaian teras-teras konsentris yang semakin keatas semakin mengecil ukurannya hingga kebagian paling atas. Bangunan ini juga tanpa atapi dan ruang. Bentuk sederhananya berlawanan (counterbalanced) dengan hiasannya yang sangat kaya dan rumit. Yang paling menonjol (striking) mungkin relief-reliefnya yang indah sekali, terdiri atas 1.460 panel-panel batu berpahat yang melingkupi kawasan sekitar 1.900 meter-square, dan dengan 600 meter square pahatan dekorasi yang mengelilinginya. Disekeliling candi terdapat arca Budha berukuran manusia (Iife-sized) dipahat terbuat dari batu vulkanis, sementara hiasan-hiasan detail arsitektur lainnya yang indah nampak menutupi setiap bagian yang kosong.

Tak ada monumen didunia ini yang setara dengan Borobudur, baik dalam skala luas dimana panel-panelnya diukir untuk menceritakan cerita-cerita agama Budha maupun dalam subyektivitasnya dimana cerita-cerita yang bermakna luhur tersebut ditampilkan dalam seni yang tinggi. Sekarang kita paham bahwa 1.460 narasi panel Borobudur diciptakan untuk menceritakan 5 ajaran (scripture) agama Budha. Walaupun relief-relief tersebut masih menyisakan banyak permasalahan, tapi para ahli sejarah sudah menemukan jawaban dari misteri utama atas teks-teks mana cerita-cerita tersebut berasal.

Ada banyak kendala dalam mengindentifikasi cerita-cerita yang ditampilkan dalam relief-relief tersebut. Para pamahatnya sering menampilkan orang atau obyek yang sama dalam panel yang berbeda, bahkan dalam panel yang sama. Mereka berusaha menghindari pertikaian, kekerasan, atau  penderitaan - terutama cerita-cerita yang mudah dikenali. Panel yang besar juga punya andil dalam memberikan kebingungan yang lain. Dalam banyak panel karakter utamanya hanya menempati porsi kecil sehingga meninggalkan ruang besar yang kemudian dihiasi oleh orang, bangunan, tumbuhan dan binatang yang sesungguhnya hanya kecil atau tidak memiliki kepentingan apa-apa dengan cerita yang ada. Karena sering tidak tahu siapa dan obyek mana yang paling relevan terhadap cerita yang ada maka kita sulit membeda-kannya dari fantasi-fantasi dekoratif sang pemahat.

Kendala lain juga karena minimnya (lack of) pengetahuan agama Budha pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Ketika Borobudur ditemukan tahun 1814, hanya sedikit sekali para ahli yang mampu membaca bahasa dan cerita-cerita kuno Asia yang dipahatkan dalam candi Borobudur. Kemajuan besar dalam membaca relief-relief terjadi sejak awal abad 20, karena banyak ditemukan dan diterjemahkan kedalam bahasa Eropa manuskrip-manuskrip agama Budha yang tersimpan di vihara-vihara tersembunyi dan goa-goa di China, Jepang, dan Himalaya.

PEMBACAAN RELIEF

Terobosan pertama dilakukan oleh seorang Rusia tahun 1885, SE Oldenburg, ketika dia dapat menafsirkan relief bawah pada dinding luar galeri ke-1 berdasarkan cerita-cerita inkarnasi Budha yang terkenal dengan nama Jatakama/a. Tahun 1901, seorang ahli sejarah Belanda, C.M. Pleyte juga menemukan bahwa relief atas pada dinding dalam galeri ke-1 menceritakan sejarah hidup Budha seperti yang diceritakan dalam teks yang dikenal sebagai Lalitasvara. Demikian juga tahun 1917, kepala Badan Purbakala, N.J. Krom menyadari bahwa relief pada galeri ke-2 dan ke-3 berdasarkan cerita Gandavyuha. 14 tahun kemudian, S. Levi - seorang Perancis mengidentifikasikan cerita-cerita dari relief tertutup pada lantai dasar sebagai Mahakarmavibhangga. Dan tahun 1938, F.D.K. Bosch, kepala Badan Purbakala selanjutnya, mampu menunjukkan bahwa relief-relief dinding utama pada galeri ke-4 merupakan bagian dari sekuel Gandavyuha sub-cerita Bhadracari.

Meskipun sebagian besar teks-teks asal mula cerita sudah dapat dikenali, tapi Borobudur masih menyisakan sejumlah masalah. Panel-panel pertama pada tingkatan terbawah dikenal sebagai bagian cerita Jatakamala tapi hanya beberapa saja yang dapat didentifikasi dengan benar. Apakah ada lingkaran cerita lain seperti ini di Jawa atau yang lainnya tersebut merupakan susunan sembarang dan berbagai teks-teks yang lain ? Mengapa relief-relief pemujaan tersebut memiliki jumlah tempat kosong yang begitu banyak hingga bagian akhir dari Gandavyuha? Apakah tak kunjung padam bagi para ahli sejarah dan pengunjungnya.

Penempatan relief-relief Borobudurjuga merupakan masalah lain yang perlu dijelaskan. Relief-relief bagian terbawah, sekarang ini tertutup (concealed), menggambarkan cerita atas hukuman dan hadiah. Sementara bagian paling atas menunjukkan makhluk-makhluk dunia para dewa. Jelas hal ini sangat berbeda, dan terdapat jurang perbedaan intelektual yang tinggi antara galeri terbawah dan teratas.

Karena itu, mungkin sekali tidak setiap peziarah ke Borobudur yang telah mempelajari Jataka pada langkan (balustrade) ke-1 akan mengerti tingkatan tinggi yang ditunjukkan pada dinding utama galeri ke-4. Apakah pintu-pintu masuk yang dihiasi hiasan kala dan makara memang ditujukan untuk orang-orang tersebut dan memperbolehkan orang-orang tertentu ? Apakah ada ujian-ujian yang lain yang harus dilalui para peziarah sebelum memasuki pintu gerbang tersebut untuk baik ke tingkatan paling atas ?

Ini mungkin juga demikian. Tapi mungkin lebih tepatnya bahwa diperlukan upacara-upacara tertentu yang diselenggarakan pada candi tsb atau pada ruang khusus yang dulu berada pada sebuah lapangan disebelah barat laut (mungkin juga pada lingkungan perumahan terletak di sebelah tenggara kaki bukit Borobudur) sebelum melanjutkan perjalanannya ketingkat yang lebih tinggi. Tak diragukan lagi diperlukan upacara-upacara tertentu untuk menunjukkan kemampuannya setelah menyelesaikan tingkatan bawah untuk berhak naik ke tingkatan lebih atas.

Pintu gerbang pada 2 galeri bawah bukan merupakan rencana asli candi Borobudur. Makara yang menghiasinya menyembunyikan sebagian dari relief narasinya. Sangat mungkin pintu gerbang tambahan tersebut diberikan sebagai hiasan dan hal tersebut dalam dunia modern seperti sekarang ini adalah untuk menekankan transisi antara tingkatan satu dengan yang lebih tinggi. Tetapi pintu gerbang tersebut tidak diberi pintu yang dapat menahan seseorang untuk memasuki tingkatan yang lebih tinggi diatasnya sehingga lebih merupakan simbolisasi dari pada sebuah bangunan fisik. Tangga dan pintu gerbang di ke-4 sisi candi semuanya (dapat) mengarahkan para pengunjung langsung menuju ke puncak dan juga memberi kesan memutari candi tidaklah diharuskan.

10 TINGKATAN MENUJU PENCERAHAN

Untuk melengkapi rangkaian cerita relief candi dari awal hingga akhir, para peziarah harus melakukan 10 kali putaran -- 4 putaran di galeri ke-1, 2 putaran di keempat galeri atas berikutnya. Mungkin juga bukan kesengajaan bahwa angka 10 bertepatan dengan tingkatan-tingkatan dalam karir seorang Bodhisatwa. Keinginan untuk mempertahankan angka 10 mungkin menjelaskan Mengapa jumlah langkan galeri ke-1 dihiasi 2 susunan relief atas dan bawah. Dengan demikian relief atas tersebut ditambahkan untuk melengkapi angka 10 ketika relief Karmavibhangga pada kaki candi harus ditutup untuk alasan-alasan tehnis.

Seorang Bodhisatva ideal yang merupakan pesan utama dari relief-relief tersebut adalah hal penting sepanjang sejarah Jawa. Catatan-catatan awal agama Budha Jawa, ditulis setelah candi Borobudur didirikan, berpusat pada cara-cara pencarian jalan menjadi seorang Bodhisatwa. Bahkan hingga sekarang ini, kepercayaan-kepercayaan mistik Jawa masih tetapi berkisar tentang masalah-masalah seperti yang tertera pada Borobudur; bagaimana cara mendapatkan kekuatan supranatural dan mencapai pembebasan spiritual.

Perubahan-perubahan yang terjadi setelah periode Borobudur adalah tehnik-tehnik yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan akhir tersebut, dan cara-cara spiritual dan seni yang diperlukannya. Tehnik-tehnik yang terdapat dalam Tantra sudah dipakai sejak masa Borobudur, tapi terdiri atas apa yang disebut Tantra “tangan kanan”, yakni cara-cara yang termasuk mengkanankan candi pada waktu melakukan putaran pradasikna dan menjauhkan dari tindakan-tindakan seperti marah, membunuh, dsb yang pada waktu periode awal Budha hal itu dianggap perbuatan jahat. Tetapi dalam periode selanjutnya, Tantra “tangan kiri” menjadi lebih disukai (pervasive).

Setelah candi Borobudur dibangun, penggunaan narasi relief-relief menjadi lebih umum, meskipun cara yang digunakan untuk membacanya menggunakan pola berlawan arah jarum jam (prasawiya) daripada searah jarum jam (pradasikna). Namun catatan-catatan Jawa berikutnya menyarankan pelaksanaan ritual berlebih dalam “5 hal terlarang - molimo” untuk mendapatkan kekuatan-kekuatan dari tingkatan tertinggi Tantra. Meskipun penekaannya pada hal-hal alam metafisik tinggi, relief-relief candi Borobudur juga menggambarkan kejadian-kejadian dan gambaran-gambaran kehidupan sehari-sehari dalam suasana yang nampaknya ditujukan untuk berkomunikasi dengan masyarakat umum daripada para penguasa agama. Diantara lukisan-lukisan agamisnya, candi Borobudur menyediakan beratus-ratus contoh arsitektur, perahu, cara pertanian, baju, perhiasan, tarian, dsb. Pengunjung candi Borobudur bisa dari berbagai kelas dan usaha intelektual meraup sumber tertinggi kekuatan spiritual.

 

MAHAKARMAVIBHANGGA (dunia duniawi)

Sebelum bangunan tambahan pada kaki candi ditambahkan pada candi Borobudur terdapat sebuah rangkaian relief yang dapat dilihat dari sisi luar candi. Relief ini terletak tepat diatas tanah dan berfungsi sebagai ajaran-ajaran moral, menggambarkan laki-laki dan perempuan yang sedang melakukan perbuatan-perbuatan baik dan buruk dan selanjutnya diberi ganjaran atau hukuman di neraka atau surga atas perbuatannya.

Tema ini masih popular dalam seni tradisional di Asia. Gambaran yang hampir sama juga terdapat serangkaian lukisan pada dinding langit-langit gedung pengadilan (Hall of justice) Kertagosa di kerajaan Klungkung Bali dan berasal dari abad ke-1 8 atau 19. Lukisan-lukisan tersebut juga terdapat pada gua-gua buatan yang indah di Tiger Balm Gardens di Haw Par Villa di Singapore yang dibangun tahun 1930-an.

Kitab agama Budha Mahayana memiliki beberapa naskah-naskah yang menjelaskan sampai sejauh mana akibat dari tindakan-tindakan tertentu. Naskah-naskah yang diilustrasikan dalam bentuk relief-relief oleh para designer candi Borobodur adalah sebuah versi dari naskah sansekrit yang dikenai sebagai-Karmavibhangga atau “imbalan atas perbuatan-perbuatan (great classification of actions)”. Tetapi tak satupun karya-karya tersebut sesuai benar dengan yang digambarkan dalam candi Borobudur. Justru kenyataannya, gambaran-gambaran candi Borobudur lebih bervariatif yang berasal dari versi-versi tekstual dari pada relief-reliefnya. Tidak sulit untuk menebaknya. Naskah-naskah yang masih tersimpan - dalam bahasa Sansekerta, Pali, Tibet, Cina, Kuchen dari Asia Tengah - semuanya adalah wejangan-wejangan Budha, yang umumnya berupa doktrin-doktrin “sebab dan akibat”. Sebuah terjemahan naskah ini dalam bentuk lukisan jelas bukan pekerjaan mudah dan beberapa lisensi seni mungkin juga diperlukan. Juga karena naskah tersebut merupakan hal fundamental dalam agama Budha serta merupakan salah satu naskah tertua, maka sudah sering dicopy dan diterjemahkan dengan persepsi-persepsi lokal. Versi naskah-naskah yang dipakai para seniman Borobudur mungkin agak berbeda dari naskah-naskah yang sekarang masih ada.

RELIEF KARMAVIBHANGGA

Relief Karmavibhangga terdiri atas 160 panel, masing-masing berukuran lebar 2 meter dan tinggi 67 cm. Semua itu ditemukan secara tidak sengaja tahun 1885, pembuatan lengkap fotonya selesai tahun 1890-1891. Selanjutnya relief-relief tersebut kembali ditutup dan tidak pernah dilihat sampai sekarang, kecuali 4 panel disudut tenggara yang dibuka kembali oleh sejumlah orang (penjajah) Jepang yang ingin tahu pada tahun 1940-an dan dapat dilihat sampai sekarang. Ke- 4 panel tersebut mengikuti pola standard - mulanya menunjukkan sebuah tindakan dan kemudian diikuti dengan ganjaran atau hukuman.

Relief-relief tertutup tersebut menggambarkan beberapa gambaran tentang neraka dan sorga dari sudut mitologi agama Budha. Ada 6 tempat panas di neraka. Salah satu panel nampak beberapa orang sedang berkelahi dan dalam panel selanjutnya terlihat orang-orang tersebut bertobat (atoning) atas dosa-dosa mereka di neraka Sanjiva dimana mereka saling merobek satu sama lainnya dengan kuku-kuku tangannya yang sekeras metal nampak seekor burung dengan paruh (beak) metalnya ikut menyerang orang-orang tersebut. Pembunuh orang-orang tak bersalah diganjar di neraka Raurava, dimana orang-orang jahat ditusuk (impace) duri metal dari pohon besar. Mereka-mereka yang melakukan bunuh diri akan dihukum di neraka Avichi.

Pembunuhan binatang dihukum dengan kepedihan yang hampir sama. Pemburu burung dihukum dengan berjalan melewati “hutan pedang” dimana daun-daun yang berjatuhan dari pohon berupa pisau dan menusuk mereka. Sebagai hukuman karena memasak ikan dan penyu, pemasak akan dibuang ke sebuah kawah di neraka Pratapiana. Pemotong kepala kambing dihukum dengan pemenggalan kepala di neraka Kamasutra. Bahkan mengasapi tikus dari lubangnya juga berdosa dan dihukum dengan dihimpit batu besar di neraka Samghata. Ada juga system dibawah neraka, dimana para pendosa berjalan melewati padang rumput terbuat dari pedang atau melalui air mendidih (burningwater), atau diinjak oleh gajah karena perbuatan-perbuatan jahatnya. Ada juga hukuman dalam bentuk kelahiran kembali sebagai seekor burung, binatang berkaki empat. atau setan.

Gambaran perbedaan sorga tidak digambarkan dengan detail. Semuanya hampir sama dan masing-masing memiliki lambang (emblem) pohon kalpataru dan sepasang kinara yakni burung dengan kepala manusia. Relief-relief ini dimaksudkan untuk mempersiapkan peziarah naik ke candi Borobudur dengan memperkenalkan mereka perbedaan antara baik dan buruk, serta mengingatkan mereka keinginan (desirability) bebas dari adanya kesusahan dengan mencapai Nirvana. Tapi nampaknya sebelum candi ini selesai dibangun, relief-relief ini sudah ditutup.

Mengapa para pembangun tidak menciptakan rangkaian relief yang lain pada dinding luar dari kaki candi tambahan tersebut ? Mungkin diambil beberapa kebijaksanaan (expedient) lain untuk mengajarkan doktrin sebab dan akibat tersebut sebelum peziarah diijinkan menaiki teras lebih atas untuk melihat gambar-gambar “pencerahan”.

lNSKRlPSl-INSKRIPSI

Diatas panel Karmavibhangga yang terbuka terletak di sebelah selatan terdapat sebuah naskah Jawa kuno berbunyi virupa yang berarti “tak punya bentuk atau yang jelek”. Ini adalah salah satu contoh dari 40 naskah-naskah pendek terdapat diatas beberapa relief Karmavibhangga. Relief ini dipahatkan ketika panel-panel tersebut dibuat pada akhir abad ke-8. Tujuannya masih banyak diperdebatkan. Nampaknya semua panel-panel dalam rangkaian ini memiliki naskah-naskah pendek terpahat diatas tersebut, tapi banyak yang dibuang. Beberapa ahli berspekulasi dengan mengatakan bahwa naskah-naskah pendek tersebut adalah petunjuk (guidance) bagi pemahatnya. Naskah-naskah tersebut biasanya dalam kata tunggal seperti “sorga”, “neraka”, “kepala desa”, “raja”, dsb. Umumnya naskah tersebut adalah konsep abstrak seperti “iri hati”, “perkataan jahat”, “kesaksian palsu”. Para ahli yang lain menyatakan bahwa naskah naskah tersebut adalah petunjuk untuk membantu peziarah dalam penafsirannya. Tetapi hal ini tidak termasuk dalam banyak naskah yang terhapus. Kenyataan bahwa beberapa naskah tersebut masih Nampak menunjukkan bahwa penyusunan dasar tambahan untuk menutup relief tersebut terjadi sebelum semua inskripsi-inskripsi tadi dapat dibuang.

RELIEF LUAR LANGKAN TINGKAT KE-1

Dasar tambahan yang menutupi relief-relief bawah mengakibatkan adanya ruang lebar dimana peziarah dapat berjalan mengitari candi secara pradasikna. Ruang lebar ini dulunya memiliki dinding pendek yang sekarang sudah tidak ada. Ketika berjalan diruang ini, para pengunjung dapat melihat lukisan berbagai makhluk-makhluk magis - monster penjaga, dewi-dewi hutan, dan naga atau roh-roh air yang berhubungan dengan sungai dan danau. Juga nampak manusia-manusia yang diapit wanita yang memegang alat-alat musik, perhiasan, kembang, dan kipas. Makhluk-makhluk ini tidak melambangkan jenis makhluk tertentu, tapi mungkin hanya untuk menguatkan ide bahwa ketika seseorang memasuki galeri ke-1 adalah mulai menaiki gunung suci dan memasuki dunia yang dihuni (populated) oleh makhluk-makhluk dan kekuatan-kekuatan supranatural.

 

JATAKA DAN AVADANA

Kehidupan-kehidupan awal para Budha

Relief-relief galeri ke-1 merupakan yang pertama kali dilihat para pengunjung ketika mereka berputar mengelilingi candi. Pengunjung dapat juga menyanyi cerita-cerita tersebut dengan keras, seperti yang dilakukan oleh para pemeluk agma Budha di Sumatra pada ke-7 menurut catatan biksu dari Cina Yijing. “Jakaka” atau cerita kehidupan menggambarkan Tindakan-tindakan pengorbanan yang dilakukan oleh Budha pada inkarnasi-inkarnasi terdahulunya, dan “avadana” atau perbuatan terpuji (heroic deeds) - cerita yang hampir mirip dengan Jataka tapi berbeda dalam karakter utamanya yakni bukan Budha dalam kehidupan-kehidupan awalnya - menempati (fill) 500 panel pada langkan galeri ke-1 dan 120 panel pada dinding (dibawah “Ialitasvara”) candi, serta 100 panel pada langkan galeri ke-2, sehingga semuanya mencapai total 720 panel

Candi Borobudur memiliki sejumlah cerita-cerita Jakaka dan Avadana hanya dalam beberapa panel.Cerita-cerita ini bisa disejajarkan dengan cerita-cerita binatang. Beberapa avadana hanya memiliki sedikit kepentingan agama dan bahkan 2 cerita menggambarkan penjelmaan Budha sebagai seorang perampok.

Relief cerita bagian atas pada langkan ke-1 dipisahkan oleh hiasan-hiasan panel yang dikritik memiliki kualitas lebih rendah dibandingkan dengan seluruh-panel-panel yang ada di candi Borobudur. Panel-panel agak jelek tersebut sepertinya bukan pada design asli candi Borobudur dan merupakan penambahan kemudian. Karena batu-batunya tidak tergabung asli dengan susunan candi, tapi hanya ditumpangkan (piled) pada ujung atas langkan maka kemungkinan hilang satu atau beberapa batu sangat memungkinkan. Alasan penambahan ini masih belum ditemukan jawabannya, tetapi panel-panel tersebut ditambahkan untuk melengkapi hilangnya relief cerita Karmavibhanga. Beberapa cerita relief pada rangkaian ini sudah dapat diidentifikasi. Langkan galeri ke-2 juga dihiasi dengan rangkaian cerita Jataka yang juga belum banyak diketahui maknanya.

KITAB-KITABNYA

Cerita relief deretan bawah pada langkan galeri ke-1 berasal dari sebuah naskah yang dikenal sebagai Jatakamala atau “pujian-pujian cerita-cerita kelahiran (garland of birth stories)” yang ditulis oleh Aryasura pada abad ke-4. Dengan bantuan naskah ini maka 34 cerita pertama (135 panel) dapat dikenali. Sayangnya hanya dalam proposi kecil pada panel-panel cerita Jataka-Avadana yang dapat diuraikan (deciphered) dan kebanyakan tetapi “tidak dapat dibaca”. Beberapa kumpulan jala/ra kuno berisi total 100 cerita yang berbeda, dan ada petunjuk (indication) bahwa relief-relief Borobudur menggambarkan kira-kira sejumlah tersebut. Contoh dari kumpulan-kumpulan cerita tersebut adalah Avadanasataka atau “Avadana sorga”. Cerita-cerita tersebut kemungkinan sudah ada jauh sebelum adanya agama Budha. Tema-tema cerita tersebut selanjutnya diambil untuk mengajar ajaran-ajaran agama Budha yang paling sederhana bagi pemeluknya yang kurang berpengalaman. Susunan cerita setelah 34 relief pertama tadi tidak mengacu (correspond) pada suatu kumpulan cerita yang diketahui. Mungkin sekali bahwa para pembangun candi Borobudur tidak hanya mengacu pada satu sumber cerita, tetapi menggabungkan jatakamala dengan cerita-cerita lepasan (single) yang dipilih dari berbagai sumber. Mungkin beberapa cerita tersebut tidak pernah ditulis tetapi justru lewat cerita oral.


JATAKAMALA - CERITA KELAHIRAN

Variasi dan sentuhan (flavor) cerita-cerita jatakama/a dapat dipahami baik dengan memberikan sinopsis-sinopsis pendek dari beberapa cerita tersebut. Cerita-cerita tersebut sesungguhnya menekankan (promote) pada ide pengorbanan diri (self-sacrifice).

Cerita-1 (panel 01-04) :  Calon Budha menjadi seorang pertapia disebuah gunung dan bertemu seekor harimau kelaparan dan selanjutnya dia mengorbankan dirinya untuk dimakan. Selanjutnya sisa-sisanya dipuja oleh para dewa.

Cerita-2 (panel 05-09) :  Calon Budha adalah seorang raja. Dewa Indra turun kebumi dan menjelma menjadi orang tua yang buta dan selanjutnya Budha memberikan kedua matanya kepadanya. Puas dengan kebajikan (virtue) ini, dewa Indra kemudian kembali ke swargaloka.

Cerita-3 (panel 10-14) :  Seorang laki-laki memberi makanan kepada 4 biksu dan seorang Wanita memberi makan kepada seorang biksu. Kedua kemudian lahir kembali sebagai raja dan ratu.

Cerita-4 (panel 15-18) :  Calon Budha sebagai kepala sebuah serikat pekerja (guild). Dia dan istrinya memberi makanan kepada seorang biksu, meskipun untuk melakukan hal itu dia harus melewati neraka (ditunjukkan dengan sebuah kawah yang berisi manusia)

Cerita-5 (panel 19-22) :  Dilahirkan kembali sebagai seorang kaya dan berkedudukan tinggi, calon Budha diuji oleh dewa Indra dengan mencuri barang miliknya. Calon Budha menjadi seorang pemotong rumput yang miskin tapi tetapi dengan sifatnya yang sederhana dan akhirnya diberi ganjaran.

Cerita (panel 23-25) :  Calon Budha adalah seekor kelinci yang mengajari teman-temannya - seekor musang, kucing, dan kera - tentang keutamaan kasih sayang (importance of generousity). Ketika Indra berwujud sebagai seorang Pendeta, semua teman-temannya membawa makan kepadanya, tapi dia sendiri tidak membawa apa-apa dan akhirnya dia sendiri melompat ke api untuk dimakan.

Cerita-7 (panel 26-28) :  Calon Budha adalah orang kaya yang berubah menjadi seorang pertapia. Sebagai ganjaran atas perbuatan baiknya kepada seorang Pendeta – samara dewa Indra - dia diberi permintaan yang akan dikabulkan; Pertapia minta makanan untuk diberikan kepada para orang-orang miskin.

Cerita-8 (panel 29-35) :  Calon Budha dilahirkan sebagai raja welas asih (generous) bernama Maitribala. Suatu hari datanglah sekelompok raksasa hutan yang diusir dari kerajaannya. Diperjalanan mereka ketemu seorang penggembala sapi (panel 31 ) dan berkata bahwa ini semua karena kebaikan rajanya. Para raksasa tersebut menemui raja dan meminta daging manusia untuk dimakan. Raja itu sendiri yang justru sudi berkorban untuk dimakan hingga para raksasa tersebut akhirnya sadar dan berubah menjadi baik.

Cerita-9 (panel 36-39) :  Calon Budha dilahirkan sebagai pangeran baik hati bernama Visvangtara, anak raja Sanjaya dari dinasti Sibi. Seorang raja tetangga yang rakus mengirim para pendeta disuruh meminta gajah kendaraan sang pangeran yang segera saja diberikan. Keluarga raja kemudian mengasingkan sang pangeran karena kebodohannya. Indra mengujinya lagi sebelum mengembalikannya ke statusnya semula.

Cerita-10 (panel 40-43) :  Calon Budha sekali lagi menjadi seorang raja. Para pendeta dikerajaannya memberitahu bahwa satu-satunya cara untuk mengakhiri kekeringan (drought) yang sedang terjadi di kerajaannya adalah dengan mengadakan upacara-upacara korban yang besar. Upacara tersebut biasanya melibatkan binatang, tapi sang raja yang kasihan terhadap para binatang mengatakan bahwa sebagai gantinya akan dikorbankan orang-orang jahat (panel 41). Tetapi semua rakyatnya ternyata baik-baik hingga akhirnya sang raja memberikan uang nya untuk dikorbankan dan diberikan kepada rakyatnya yang miskin.

Cerita-11 (panel 44-47) :  Calon Budha dilahirkan kembali sebagai dewa lndra. Ketika Indra sedang menolong beberapa burung, terjadi pertempuran melawan roh-rohjahat, para dewa dapat dikalahkan dan harus mengungsi. Roh-roh jahat akhirnya dibuat bingung dan melarikan diri.

Cerita-12 : Tidak dapat dibaca

Cerita-13 (panel 48-52) :  Calon Budha dilahirkan kembali sebagai seorang raja. Para pendeta menasehatinya untuk tidak menikahi seorang wanita cantik yang sudah bersuami, karena wanita tersebut akan mengalihkan perhatian utamanya. Suatu hari sang raja kebetulan bertemu wanita tersebut dan langsung jatuh cinta. Suami wanita tersebut bersedia menyerahkan istrinya untuk dinikahi, tapi sang raja menolak.

Cerita-14 (panel 53-55) :  Calon Budha sebagai seorang tua yang buta bekas pemilik kapal, dan banyak pedagang yang membutuhkannya (prevail) untuk perjalanan dagang mereka karena membawa keberuntungan. Suatu hari kapal tersebut terlempar dan memasuki neraka. Calon Budha berdoa untuk keselamatan mereka dan kapalpun segera terbalik. Batu-batu dan pasir-pasir muncul dari dasar laut dan berubah menjadi emas dan mereka semua pulang dengan gembira.

Cerita-15 (panel 56-57) :  Calon Budha dilahirkan sebagai seekor ikan dan berdoa supaya turun hujan dalam musim kering. Para dewa yang dipimpin dewa Indra turun kedunia karena merasa kasihan sambil membawa air yang segera dipancurkan ke sebuah kolam.

Cerita-16 (panel 58) :  Calon Budha adalah seekor burung kecil yang tingal di sebuah hutan di lereng gunung dan lemah karena tidak makan. Dia berdoa kepada dewa api untuk dapat memadamkan kebakaran dihutan tersebut.

Cerita-17 (panel 59-61) :  Calon Budha adalah dewa Indra yang menyamar sebagai seorang pendeta yang menghadap seorang raja yang sedang mabukDia membawa minuman keras yang dijual kepada raja tersebut sebagai dalih untuk mengajarinya hal-hal jahat atas kebiasaan buruk tersebut, raja kemudian menyerah.

Cerita-1 8 (panel 62-63) :  Sebuah cerita sederhana dimana calon Budha dilahirkan dalam sebuah keluarga kaya dan baik hati namun mengumumkan kepada khalayak ramai untuk menjadi seorang pertapia.

Cerita-19 (panel 64-68 / 64-nya hilang) :  Calon Budha sekali lagi seorang pertapia, yang ditemani 6 saudara laki-lakinya dan seorang saudara perempuannya. Mereka tinggal di sebuah pondok.

Carita - 20 (panel 69-71) :  Calon Budha adalah seorang bendahara kerajaan. Suatu hari mertua perempuannya menemui istrinya dan kemudian keduanya percaya bahwa sang suami akan menjadi seorang pertapia. Suami mendengar berita tersebut, dan meskipun suami dan mertuanya berduka dia tetapi menjadi seorang pertapia.

Panel 72 :  Tidak dapat diidentifikasikan, mungkin terkait dengan cerita 20

Cerita-21 (panel 73-76) :  Calon Budha adalah orang kaya, menikah dengan seorang pendeta, tapi memutuskan menjadi seorang pertapia dan istrinya bersedia menemaninya. Mereka bertemu seorang raja yang membawa istri calon Budha tersebut. Raja tersebut kemudian mengembalikan istri tersebut karena kekuatan spiritual calon Budha.

Cerita-22 (panel 77-80) :  Calon Budha adalah raja angsa yang dibantu oleh angsa lain bernama Sumukha. Calon Budha ditangkap seorang pemburu karena permintaan seorang raja manusia, tapi Sumukha menolak meninggalkan calon Budha. Sang pemburu merasa terharu (astounded) atas kebaikan hati Sumukha dan berjanji untuk membebaskan mereka berdua, tapi keduanya tidak mau membuat masalah pada sang pemburu. Karena itu, atas usaha mereka sendiri, keduanya pergi menghadap sang raja dan kemudian justru memilihnya menjadi raja.

Cerita-23 (panel 81-85) :  Calon Budha adalah seorang pertapia (ascetic) Bernama Mahabodhi yang menjadi orang terkasih (favourite) raja. Tetapi penasehat (courtier) lain merasa iri dan menyebabkan Mahabodhi diabaikan raja. Calon Budha menjelaskan duduk permasalahannya dan membuktikan bahwa doktrin-doktrin mereka salah (errornous). Sang raja kemudian mempercayainya dan dia menjadi paling dikasihi raja kembali.


AVADANA

PERBUATAN-PERBUATAN BAIK // PANEL Ib 1 - 20

Raja dan Dewi Manohara : Narasi pertama menceritakan tentang Sudhana dalam lebih dari 20 panel yang terdapat pada panel bawah dinding utama galeri ke-1, dibawah relief cerita kehidupan sang Budha. lsinya nampak mengikuti sebuah naskah disebut Divyavadana.

(01) :  Sudhana adalah pangeran utama kerajaan Pancala Utara, sebuah daerah subur (prosperous) dimana sang raja, ayah Sudhana, memerintah dengan bijaksana. Sang raja dan Ratu digambarkan berada disebuah beranda kerajaan sementara para menteri dan pendetanya duduk diluar dibawah pohon dan payung.

(02) :  Dua kipas, satu dari bulu cendrawasih dan dari daun-daun, berada dibelakangnya. Bangunan disebelah kanan adalah keratonnya dan ruangan didalamnya terdapat sebuah rumah kerang yang dibuat sebagai vas bunga. Kerajaan yang damai dan sejahtera (harmonious) menarik perhatian seekor naga (penguasa air) yang tinggal disebuah danau dekat keraton yang juga merupakan penyedia air pertanian di kerajaan. Kerajaan musuhnya, Pancala Selatan, sebaliknya diperintah oleh seorang raja yang kasar dan tiran, sehingga kerajaan kering dan akibatnya terjadi kelaparan dimana-mana. Suatu hari raja Pancala Selatan pergi berburu dan melewati banyak desa-desa.

(03) :  Para menterinya memberitahu bahwa tindakannya tersebut membuat naga tidak memberi restu kepadanya. Selanjutnya raja tersebut menawarkan siapa saja yang dapat membawa naga kekerajaannya akan diberi hadiah. Seorang pawang ular (snake charmer) mulai membacakan mantra (weave a spell) yang dapat menjinakkan (lure) naga di Pancala Utara dalam 7 hari. Sang naga mulai merasakan pengaruh mantra tersebut dan usahanya untuk menolak sia-sia. Dia hampir saja pergi ke selatan, tapi untunglah dia dibantu oleh seorang pemburu bernama Halaka yang tinggal didekat danau.

(04) :  Sebagai ganti kebaikannya, naga menjamu Halaka dan memberinya sebuah tali penjerat (lariat) sakti yang tidak pernah gagal dalam menjerat Siapapun juga.

(05) :  Halaka kemudian menggunakannya untuk menangkap seorang bidadari (nymph) bernama Manohara - seekor kinari atau makhluk setengah manusia setengah binatang (meskipun dalam relief dia terlihat seluruhnya manusia) ketika dia sedang mandi didanau tersebut.

(06) :  Manohara memberinya sebuah perhiasan dari dahinya sebagai bukti bahwa sang pemburu telah memilikinya seluruhnya. Saat itu pangeran Sudhana, yang sedang dalam perjalanan berburu, kebetulan bertemu dan sang pemburu menawarkan bidadari tersebut kepada sang pangeran. Sudhana langsung jatuh cinta dan menerima tawaran pemburu dan memberinya hadiah berlimpah. Kemudian Sudhana mengawini bidadari tersebut.

(07) :  2 orang pendeta datang ke kerajaan Pancala Utara. Salah satunya menjadi kepala penasehat raja, dan satunya dijanjikan Sudhana akan menjadi kepala pendeta kelak ketika Sudhana menjadi raja. Kepala pendeta mengetahui hal ini dan berusaha membunuh Sudhana. Dia membujuk sang raja untuk mengirim Sudhana menaklukkan sebuah daerah pemberontak yang sebelumnya telah mematahkan 7 kali usaha pemadaman pemberontakan.

(08) :  Sudhana kemudian memberikan sebuah perhiasan Manohara kepada ibunya dan memintanya untuk menjaganya selama kepergiannya.

(09) :  Sudhana terlihat berbincang-bincang dengan ibunya, sang ratu. Dalam relief ini Sudhana nampak memberi hormat kepada ibunya, sambal mengutarakan (signifiying) permintaannya. Gambaran sisanya dipenuhi oleh para punggawa kerajaan (courtiers) sambil memegang kipas, bunga-bunga, dan jaring-jaring kebesaran kerajaan seperti disebut dalam naskah tersebut. Sudhana dapat mengalahkan pemberontak tersebut berkat (through) bantuan pasukan raksasa sebuah hutan.

(10) :  Pada malam yang sama sang raja mendapat mimpi dan meminta pendetanya untuk menafsirkannya. Pendeta tahu bahwa mimpi tersebut merupakan pertanda kemenangan Sudhana, tapi karena dalam usahanya untuk melenyapkan Sudhana dia justru meberitahu bahwa mimpi tersebut pertanda (betoken) akan adanya sebuah musibah, namun dapat dielakkan hanya jika seorang kinari bersedia dikorbankan.

(11) :  Mula pertama sang raja menolak, tapi kemudian menerima ide tersebut. Sang ratu memahami bahaya terhadap Manohara dan mengijinkannya untuk melarikan diri dengan mengembalikan perhiasannya sehingga Manohara segera langsung dapat terbang.

(12) :  tetapi Manohara tidak bermaksud meninggalkan pangeran tercintanya, dan singgah disebuah rumah seorang resi yang tinggal didekat danau. Dia memberikan cincinnya dan memberitahu bagaimana cara mencarinya dikerajaan kinnara. Sudhana pulang dengan kemenangan, membawa banyak upeti (tributes) kepada sang raja

(13-14) :  dan langsung pergi menemui Manohara, tapi ibunya bilang bahwa dia telah pergi kembali pulang kekerajaan ayahnya, raja Kinnara.

(15) : Sudhana pergi untuk mencari istrinya hingga akhirnya tiba dirumah (dwelIing) resi tersebut dan memberinya cincin sambil memberitahu bagaimana caranya mencapai kerajaan Manohara.

(16) :  Manohara mengenali cincin tersebut dan kemudian mengajak Sudhana masuk keistananya. Selanjutnya dia minta ijin ayahnya agar Sudhana boleh tinggal bersamanya. Mula pertama sang raja ingin membunuh Sudhana tapi kemudian melunak dan mengijinkan dia tinggal jika dia lulus dalam 2 ujian. Mula pertama Sudhana harus dapat memanah hingga panahnya menembus 7 pohon dan mengenai sebuah garda emas.

(17) :  Bertemu sejumlah bidadari sedan mendatangkan (draw) air dan dia diberitahu untuk membersihkan Manohara dari bau manusia. Sudhana kemudian memasukkan cincin tersebut kesalah satu kendi air dengan harapan Manohara akan melihatnya. udian mengajak Sudhana masuk keistananya. Selanjutnya dia minta ijin ayahnya agar Sudhana

(18) :  Ujian kedua dia harus dapat mengenali Manohara diantara sekumpulan bidadari yang banyak jumlahnya.

(19) :  Sudhana dapat melewati 2 ujian tersebut dan pasangan tersebut kemudian berkumpul kembali (reunited). Sebuah pesta besar didakan di kerajaan Kinnara,

(20) :  Dan kedua pasangan berbahagia tersebut duduk ditengah (sayangnya wajah Manohara sudah rusak) diapit oleh para pengunjung, kuda-kuda dan seekor gajah, yang sesungguhnya tidak ada peranan dalam cerita tersebut. Penari tunggal nampak tersembunyi direlief ini dalam komposisi yang tidak umum pada candi Borobudur. Para pemain musik digambarkan dengan detail dibagian kiri. Terlihat peti-peti dibawah singgasana dengan bunga-bunga teratai dan dedaunan muncul keluar darinya tidak pernah ada dalam relief-relief candi Borobudur lainnya dan tujuannya apa juga tidak diketahui. Akhirnya Sudhana dan Manohara kembali ke Pancala dimana dia diangkat (enthroned) menjadi raja. Mereka berdua hidup berbahagia dan selalu baik hati kepada rakyatnya .....

Panel 21-30
:  belum dapat diidentifikasi.

MANDAHATAR, PANGERAN LUPA DIRI

PANEL 1b 31 - 50

Meskipun cerita ini telah dapat diketahui dengan pasti karena inspirasi seri panel-panel ini, tetapi relief-reliefnya menyimpang dari versi-versi tekstual yang ada. Beberapa relief mengacu pada episode-episode yang tidak kita miliki dari bentuk naskah yang ada. Panel-panel tersebut berada pada dinding utama galeri ke-1, pada deretan bawah.

(31-38) :  Seorang raja meminum air kesuburan yang ditujukan untuk Wanita dan kemudian dia melahirkan seorang anak dari dahinya dan diberi nama Mandhatar.

(39) :  Ketika ayahnya meninggal, Mandhatar menjadi raja.

(40) :  Salah satu tindakan pertamanya adalah membuang (banish) beberapa resi yang pernah mengutuk burung-burung karena mengganggu semedinya.

(41) :  Mandhatar segera mengetahui bahwa apa yang dia inginkan segera terwujud. Mula pertama dia menginnginkan turunnya hujan biji-bijian supaya rakyatnya tidak perlu lagi mengolah tanahnya.

(42) :  melihat rakyatnya harus memutar roda benang, dia menyebabkan benang turun dari langit. Mereka kemudian tak perlu memintal benang menjadi kain karena dia telah dapat meminta turunnya kain dari langit.

(43) :  Selanjutnya Mandhatar menjadi sombong dan maunya sendiri (selfish). Dia dapat membuat hujan emas selama 7 hari tapi hanya dalam kamarnya.

(44) :  Pikiran Mandhatar selanjutnya hanyalah bagaimana menaklukkan dunia dan diapun berhasil.

(45) :  Akhirnya dia minta menterinya melengkapi sisanya, dan dia diberitahu bahwa hanya sorga para dewa yang belum ditaklukkannya.

(46) :  Kemudian dewa Indra memberi kedaulatan Mandhatar atas separuh kerajaan para dewa,

(47) :  Mandhatar bahkan sukses mengalahkan para roh-roh jahat dalam sebuah peperangan

(48-49) :  sehingga memberinya ide menjadi penguasa tunggal atas para dewa.

(50) :  Tetapi kemudian dia mendapat balas jasa yang menakjubkan. Dia jatuh dari sorga dan setelah mengakui bahwa sekarang dia tidak mendapat kepuasan atas semua keberhasilannya, diapun meninggal .....

Panel 51 -55 :  belum dapat diidentifikasi.


INDRA, DAN RAJA SIBI YANG SALEH II

(Panel 1b 56-57)

(56) :  lndra menjelma menjadi seekor elang dan mengejar seekor merpati (dove), yang akhirnya melarikan diri ke raja Sibi untuk minta perlindungan. Sang elang protes karena dia akan segera mati kalau tidak makan merpati tersebut. Raja Sibi menawarkan dagingnya seberat merpati tersebut untuk dimakan, tapi berapapun berat yang ditambahkannya selalu belum imbang.

(57) :  Akhirnya dia menyerahkan seluruh tubuhnya dalam timbangan tersebut. Dewa Indra kemudian mengetahui kesalehan raja Sibi dan membatalkan permintaannya.

 

UJIAN SEORANG PENGERAN II Panel th 5860
Sebuah cerita yang hampir sama dengan cerita raja Sibi.


RATU YANG BIJAKSANA
Panel 1b 61-63

A seorang putri raja yang setia mengikuti suaminya hidup dalam pengasingan karena sakit lepra. Kebaikannya menarik perhatian dewa Indra. Dia kemudian menyembuhkan (heal) sang pengeran dan keduanya kembali kekerajaannya.


RAJA RUDRAYANA DAN ISTRINYA, NASIB PANGERAN YANG JAHAT
Panel 1b 64-88
 

(64) :  Rudrayana adalah seorang raja yang saleh (virtous). Beberapa pedagang datang dari negeri Rajagrha, tempat tinggal Budha, memberitahu bahwa mereka diperintah oleh seorang raja saleh bernama Bimbisara.

(65-66) :   Rudrayana mengirim Bimbisara sepucuk surat

(67) :  dan perhiasan-perhiasan berharga.

(68) :  Bimbisara membalasnya dengan setumpuk (chest) pakaian-pakaian yang indah sekali.

(69) :  Rudrayana kemudian mengirim kembali dengan perhiasan yang lebih berharga.

(70) :  Bimbisara juga membalasnya (reciprocate) dengan barang yang menurutnya paling berharga - lukisan Budha.

(71-72) :  Rudrayana ingin mempelajari tentang agama Budha dan meminta Bimbisara mengirim seorang Biksu.

(73) :  Ketika para wanita dikeraton meminta pelajaran, datanglah seorang biksuni

(74) :  dan akhirnya juga membuat sang ratu tertarik sehingga memutuskan untuk juga menjadi seorang biksuni

(75) :  Dia kemudian mencapai tingkat kesalehan tinggi hingga menjadi roh halus. Sang ratu kemudian menghadap raja.

(76) :  Dia meminta sang raja untukjuga menjadi seorang biksu sehingga mereka akan bersatu kembali di sorga. Rudrayana menyanggupinya demi anaknya

(77) :  dan pergi ke Rajagrha, dimana Budha kemudian menobatkannya (ordain) menjadi seorang biksu. Suatu hari, ketika sedang berkelana, dia ketemu raja Bimbisara yang membujuk Rudrayana untuk kembali menjadi seorang raja. Tapi dia tetapi pada pendiriannya.

(78) :  Anaknya yang menggantikannya menjadi raja bernama Sikhandin, menjadi seorang tiran. Rudrayana mengetahui hal ini, karena diberitahu para pedagang, Dia memutuskan kembali dan menasehati anaknya. Sikhandin mengirim orang-orang untuk menghabisi bapaknya. Ketika ketemu dijalan, dia meminta ijin untuk bersemadi dan akhirnya berubah menjadi roh halus seperti istrinya

(79-80) :  dan mengijinkan dirinya untuk dibunuh. Sikandin menyesali (repent)

(81) :  perbuatan jahatnya tapi para penasehat jahatnya mencegahnya. Sikandin hampir saja mengubur hidup-hidup biksu yang merubah  pendirian bapaknya, tapi untung para bekas menteri bapaknya campur tangan dan menyelamatkannya.

(82) :  Biksu tersebut kemudian memberitahu Sikandin bahwa dalam 6 hari akan turun hujan emas dan perhiasan dari langit tapi pada hari ke-7 akan muncul badai besar yang akan menguburkan kota tersebut. Para menteri kemudian mengumpulkan barang-barang berharga dan menyelamatkan diri kekota lain dengan perahu.

(83) :  Datanglah kemudian sebuah badai dan biksu tadi meninggalkan kota beserta seorang menteri Sikandin. Mereka mengunjungi kota lain dan biksu tersebut meninggalkan mangkuknya yang kemudian dihormati orang-orang sebagai barang berharga. Kemudian orang-orang membangun sebuah stupa diatasnya dan mengadakan upacara secara reguler untuk memperingatinya.

(84) :  Mereka tiba dikota lain dimana para penduduknya meminta Menteri tersebut untuk menjadi rajanya.

(85) :  Pada kota ketiga sang biksu meninggalkan barang-barangnya dimana kemudian orang-orang membangun stupa untuk menghormatinya.

(86) :  Selanjutnya mereka berdua tiba di rumah mereka yang baru. Seorang menteri bernama Hiru pergi ke kota Hiruka.

(87) :  Sang biksu pergi ke Sravasti dan

(88) :  menteri yang lainnya ke Bhirikacca.

BHALLATIYA DAN KINNARA
Panel 1b 89-91

(89) :  Ketika sedang berburu di Himalaya, raja Benares melihat sepasang Kinnara saling berpelukan dan menangis.

(90) :  Mereka memberitahu sang raja bahwa mereka sempat terpisah selama satu malam karena sungai banjir. Sepasang Kinnara tersebut hidup dalam seabad dan kejadian tersebut belangsung 697 yang lalu, tapi mereka masih menyesali peristiwa terpisahnya dalam semalam tersebut. Raja tersebut kemudian kembali ke kerajaannya dan menceritakan hal ini dikeratonnya

Panel 91-105 :  belum dapat diidentifikasi.


CERITA MAITRAKANYAKA
Panel 1b 106-112

(106) :  Seorang pedagang dari benares meninggal dalam sebuah perjalanan dagang tak lama setelah anaknya Maitrakanyaka lahir. Ketika dia sudah besar, dia bertanya kepada ibunya bagaimana dulu kerja ayahnya sehingga dia juga bisa menirunya. Tak ingin anaknya menempuh perjalanan berbahaya keluar negeri, dia mengatakan bahwa dulu ayahnya memiliki sebuah toko. Dia kemudian memberi ibunya 4 keping uang yang dia dapat dari kerja hari pertamanya disebuah toko untuk diberikan kepada orang miskin. Setelah diberitahu bahwa ayahnya dulu seorang pedagang terkenal. Maitrakanyaka berganti menjadi pedagang dan menghasilkan 8 keping uang yang sekali lagi menyuruh ibunya untuk menyumbangkannya.

(107) :  Kemudian ketika mendengar bahwa bapaknya dulu seorang pembuat emas, maka dia berubah juga dan menghasilkan 16 keping uang, dan kemudian 32 keuntungan. Merasa iri karena keberhasilannya, seorang pedagang lain memberitahu profesi ayahnya yang sesungguhnya dimana dia segera mempersiapkan diri dalam sebuah perjalanan dagang. Ibunya memohonnya untuk tidak berangkat, tapi dia ditendangnya dengan kasar dan kemudian tetapi berangkat.

(108) :  Perahu Maitrakanyaka tenggelam dan dia dapat lolos dari maut dan mencapai daratan terdekat dimana 4 bidadari menyambut kedatangannya. Dia tinggal disana dengan mewah untuk beberapa saat

(109) :  Karena tidak kerasan lagi, dia pergi kekota lain dimana 8 bidadari menyambutnya,

(110) :  Setelah beberapa tahun dia pergi lagi ke kota lain dimana tidak kurang dari 16 bidadari menyambutnya dan

(111) :  hal ini berlangsung terus hingga 32 bidadari menyambutnya dipintu gerbang kota yang lain.

(112) :  Akhirnya Maitrakanyaka meninggalkan kota tersebut tapi kemudian dia tidak menghasilkan apa-apa karena ketika dia mencapai mencapai kota tersebut tak seorang bidadaripun yang menyambutnya. Justru dia melihat seorang laki-laki yang kepalanya sedang tercabik-cabik oleh sebuah roda besi sebagai hukuman atas perbuatan jahatnya (mistreating) terhadap ibunya. Langsung saja roda tersebut terbang kearah kepala Maitranka-nyaka dan mulai menyiksanya. Dia diberitahu bahwa hukuman ini akan berlangsung selama 66.000 tahun karena akan datang orang lain yang akan menerima hukuman serupa. Tetapi Maitrankanyaka menawarkan diri untuk terus disiksa roda tersebut selamanya supaya yang lain tidak menderita seperti dia. Segera saja dia bebas dari hukuman tersebut dan dilahirkan kembali di sorga.

Panel :  113-120 : belum dapat diidentifikasi.


LALITASVARA

Sejarah kehidupan Budha

Semua pintu masuk candi Borobudur nampak sama. Hanya ketika para ahli mulai mengetahuu narasi relief-reliefnya mereka mendapati bahwa pintu masuk utamanya berada disisi timur, karena cerita-cerita tersebut berawal dari sana dan berputar melingkari galeri-galeri searah jarum jam. Ini berarti para pengunjung harus memasuki candi Borobudur dari sisi ini, setelah berhenti sebentar di candi Mendut dan Pawon sebagai bagian dari rute perjalanan ziarahnya. Para pengunjung menaiki tangga di sisi timur menuju galeri ke-1 dan kemudian belok kiri untuk memulai perjalanannya sehingga letak bangunan candi selalu berada disisi kanannya. Untuk membaca panel-panel relief secara berurutan, pengunjung berjalan searah jarum jam mengelilingi candi sambal mengadakan upacara perputaran yang dapat memberinya kepuasan (merit) spiritual.

Kita tidak tahu dengan tepat dimana para peziarah tersebut memulai perjalanannya, karena mereka melihat 4 seri relief yang berbeda - 2 pada sisi yang berbeda pada bagian atas dan bawah. Telah kita ketahui bahwa ketiga rangkaian ini menceritakan cerita Jataka dan Avadana.. Tetapi panel-panel paling menonjol - rangkaian relief sebelah atas galeri ke-1 yang umumnya menjadi perhatian para pengunjung ketika memasuki galeri ke-1 tersebut - menceritakan sebuah cerita agama Budha yang terkenal diseluruh dunia; Sejarah kehidupan sang Budha atau Sakyamuni atau Sidharta Gautama.

Relief-relief kebidupan Budha menempati panel atas sekeliling galeri ke-1 dinding candi dan berjumlah 120 panel. Relief-relief tersebut menceritakan sebuah karya berjudul Lalitasvara. Judul ini mengacu pada sebuah gambaran bahwa inkarnasi terakhir sang Budha adalah sebuah cerita yang sengaja ditujukan untuk pencerahan (enlighten) umat manusia sebelum dia moksa. Relief-relief cerita ini pada candi Borobudur adalah cerita yang paling detail dari semua monumen Budha yang ada. Tetapi cerita sejarah sang Budha bukanlah yang paling panjang dalam relief-relief candi Borobudur. Lebih banyak lagi justru yang ditujukan untuk cerita Sudhana yang mengisi galeri ke-2, ke-3. dan ke-4. Hal ini tidak begitu mengejutkan karena bagi para penganut agama Budha Sakyamuni hanya inkarnasi sang Buddha terakhir yang keberadaan- keberadaan sebelumnya banyak dipahatkan pada panel-panel cerita Jataka dalam langkan galeri ke-1 dan ke-2.

NASKAH

Beberapa versi kehidupan Budha Gautama banyak tersebar di Asia kuno, tapi tak satupun yang ditulis dalam beberapa abad setelah kematian sang Budha. Buddhacanta, "Perbuatan-perbuatan Budha”, punya 2 versi. Salah satunya ditulis oleh Sangharaksa yang hidup di India sekitar2 milenium yang lalu telah dipelihara dan diterjemahkan dalam bahasa Cina. Yang satunya dikabarkan ditulis oleh Asvaghosha pada abad ke-2. Budhacarita menceritakan semua peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan sang Budha hingga dia naik ke Nirwana.

Versi Lalitasvara yang dianut oleh para pembuat candi Borobudur ceritanya agak pendek dan selesai dengan pengajaran di Taman Rusa di Benares. 40 tahun berikutnya yang dihabiskan dengan berkeliling dan memberi pengajaran sebelum dia menyelesaikan inkarnasi terakhirnya tidak dianggap. Alasan pembuangan ini, yang nampaknya mengejutkan beberapa orang karena kepercayaan Budha Mahayana bahwa kotbah (preaching) Ajaran Pertama (First Sermon) adalah klimaks dari semua keberadaan sang Budha terdahulu, termasuk yang digambarkan dalam Jataka. Segera setelah dia menyelesaikan hal itu, tindakan-tindakan selanjutnya adalah untuk menunjukkan implikasi-implikasi dari ajaran ini terhadap para penganutnya. Hal ini terlihat pada relief Gandavyuha dalam galeri-galeri atasnya.

Gautama bukan manusia sesungguhnya, tapi hanyalah sebuah identitas dari seorang Bodhisatwa untuk memenuhi tugasnya menolong makhluk-makhluk lain mencapai pembebasan. Karena itu apa yang terjadi dengan dia selanjutnya tidaklah menentukan (inconsequential). Borobudur bukanlah sebuah monument untuk memuja Gautama, tapi merupakan sarana untuk mengajarkan orang menjadi seorang Bodhisatwa, sekaligus juga sebuah tempat dimana mereka dapat dibantu untuk mencapai tujuan tersebut. Gautama hanyalah sebagai sebuah contoh, meskipun contoh utama, atas bagaimana mereka-mereka yang telah dapat mencapai nirwana.

Naskah Lalitasvara yang dipilih oleh para pembuat candi Borobudur sedikit berbeda dari naskah yang diketahui saat ini, Tapi perbedaan-perbedaan ini hanyalah dalam detail-detailnya saja. Beberapa gambaran yang samajuga dilukiskan di India, dan dalam beberapa hal panel-panel candi Borobudur sama dengan gambaran-gambaran ditempat lain, menunjukkan bahwa orahg-orang Jawa cukup mengenal design-design konvesional gambaran-gambaran ini. Tetapi dalam banyak hal, mereka tidak mengikuti pola-pola konvensuonal tersebut tapi justru meciptakan gambar-gambar asli sendiri.


RELIEF-RELIEFNYA

Sebagai sebuah rangkaian, panel-panel pada galeri ke-1 untungnya merupakan salah satu yang paling selamat dari candi Borobudur, kecuali beberapa pada sisi selatan. Lapisan debu gunung yang menutupinya. Selama berabad-abad mungkin sangat tebal pada galeri ke-1. Tetapi karena sisi selatan hanya beberapa bulan terkena sinar matahari, maka tetapi kusut dan merupakan tempat yang baik bagi binatang-binatang kecil serta lintah yang dapat mengakibatkan kerusakan pada batu-batu tersebut. Naskah yang ada tidak banyak memberikan petunjuk berarti bagi para designer Borobudur, karena naskah tersebut berbentuk prosa dan sering dalam seni abstrak tinggi. Mereka yang membandingkan antara naskah dan relief-reliefnya akan sangat menghargai  kepintaran para designer dan pemahat candi Borobudur dalam mengejawantahkan (transforming) ulasan-ulasan rumit serta konsep-konsep filosofi kedalam komposisi yang memiliki perpaduan ritme serta keindahan dalam alam.

Jelas sekali para pemahat cukup mengenal alat-alat musik dan Gerakan-gerakan tarian, dan mungkin juga seni-seni tersebut memainkan peranan penting dalam Jawa kuno seperti sekarang ini. Seseorang akan bertanya apakah secara samar-samar terdapat bunyi (notes) gamelan Jawa ketika para peziarah mengelilingi candi Borobudur.

 

PEMBUKAAN “DRAMA”
Episode-1 : Keadaaan sebelum (prelude) kelahiran Budha.

Panel no.1-15, mulai dari sisi timur tangga galeri ke-1 hingga ujung tenggara. Ceritanya dimulai dengan gambaran calon Budha di Sorga Kesukaan (Heaven of Contenment), yang merupakan salah satu tingkatan sorgawi dalam agama Budha Mahayana. Dia belum menjadi Budha tapi masih seorang Bodhisatwa.

Untuk membedakannya dengan Budha-Budha yang lain dalam relief-relief ini, kita sebut saja dia “Sakyamuni.

(01) :  Sorga Kesukaan melayang-layang diawan diatas istana dewa Indra pada puncak gunung Sumeru. Calon Budha berdiam di istana ini yang dipenuhi oleh wewangian bunga dan suara dari berjuta-juta alat musik dan dewa-dewa yang terhitung banyaknya memujanya.

(02) : Calon Budha memberitahu para dewa bahwa dia ingin lahir kedunia kembali.

Seutas tali (cord) dekat pinggang menyangga lutut kanannya, sebuah pakem dalam candi Borobudur untuk menunjukkan statusnya yang tinggi dalam masyarakat, Tali tersebut atau disebut yogapatta digunakan untuk membantu pemakainya bertahan cukup lama dalam melakukan sikap meditasi yang disebut ardhapaiyangka, dimana lutut kirinya diangkat - tumit kirinya tetapi ditanah, kaki kanan turun kebawah dan tumit kanannya didepan penyangga lutut (groin).

(03) :  Untuk menghormati hari kelahiran Budha yang semakin dekat, beberapa dewa turun ke bumi untuk memberi pelajaran kepada para pendeta.

Kedua tokoh yang rusak pada sisi kanan atas mungkin menggambarkan dewa-dewa yang sedang turun kebumi. Disisi kiri seorang dewa yang menyamar menjadi pendeta - dengan ciri khasnya kumis, Gambang, rambut dige/ung keatas, dan jubah (attire) sederhana -- sedang memberi pelajaran.

(04) :  Dewa yang lain pergi ke Taman Rusa di Benares, dekat tempat tinggal calon Budha, untuk memberitahu kelompok Budha pratyeka bahwa sang Budha akan segera turun kebumi. Dia meminta mereka untuk mengakhiri keberadaannya yang berbeda-beda demi sang Budha. Mereka kemudian terbang keangkasa dan kembali ke sorga.

Dalam relief ini dewa tersebut mulai terbang keudara.

(05) :  Sang Budha mengajarkan “dasar-dasar ajarannya - Introduction of the Law” kepada para dewa

(06) :  dan menyerahan mahkotanya kepada bodhisatwa Bernama Maitreya yg ditakdirkan menjadi penggatinya kelak

(07) :  Dia kemudian bertanya kepada dewa-dewa sebaiknya dia dalam wujud apa Ketika turun kedunia dan memasuki Rahim ibunya.

(08) :  Beberapa dewa meyarankan supaya dalam ujud manusia, tetapi seorang dewa yang pernah menadi seorang resi dalam kehidupan sebelumnya mengatakan dalam naskah para pendeta disebutkan bahwa calon Budha akan turun kedunia dalam bentuk “seekor gajah luar biasa yang bertaring 6, seolah-olah tertutup jaring emas, sangat menyilaukan, berkepala warna merah dan paling indah dengan hiasan yang berada didahinya”- Ratu Maya dan raja Suddhodana, calon orang tua Sakyamuni, tinggal di istana dikota Kapilavastu.

(09) :  Sang raja menyanggupi istrinya untuk melakukan sumpah pengorbanan diri sendiri (self-denial). Beberapa dewi turun Kapilavastu untuk melihat wanita yang beruntung karena menjadi calon ibu Sakyamuni.

(10) :  Ratu Maya duduk kursi dan dikelilingi beberapa dayang (attendants)
Point utama relief ini adalah turunnya para dewi yang ingin tahu calon ibu sang Budha. Dewi-dewi tersebut diwakili oleh sepasang wanita sorgawi (celestial) disudut kiri atas panel.

(11) :  Para dewa berunding siapa-siapa saja diantara mereka yang akan menyertai sang Budha turun kebumi.

Dalam relief ini nampak para dewa duduk disebuah ruangan yang sepertinya berbentuk pendopo Jawa yang indah sekali dengan pilar-pilarnya dan' kayu jati dan atapinya dihiasi kepala Kala indah sekali. Disebelah kanan terdapat sebuah candi dengan hiasan singa mirip pada candi Ngawen di Muntilan. Bodhisatwa-bodhisatwa yang lain dating memuja Budha tepat sebelum dia turun kebumi.

(12) :  Selama “Turun Agung - Great Descent”, sang Budha duduk disinggasananya dalam sebuah ruangan disertai oleh dewa-dewa, dewi-dewi, dan para makhluk alam gaib (supernatural) yang jumlahnya tak terhingga.

(13) :  Sang Budha dalam ujudnya seekor gajah disisi kiri atas panel memasuki rahim ratu Maya ketika dia sedang tidur. Malam itu sebuah bunga Teratai tumbuh dari lautan hingga mencapai istana Brahma, Bunga tersebut berisi intisari semua makhluk. Brahma mengumpulkan intisari tersebut dalam sebuah mangkuk terbuat dari “lapis lazuli” dan sebagai tanda pujiannya dia memberikan intisari tersebut kepada sang Budha untuk diminum.

Lukisan ini adalah yang paling popular dalam seni agama Budha kuno. Lukisan ini dibuat dalam cara yang sama seperti pada bangunan-bangunan di India, sehingga menunjukkan bahwa para designer candi Borobudur sangat mengenal pola-pola umum tersebut sesuai lukisan asal aslinya.

(14) :  Sakyamuni, dalam ruangan magis didalam rahim ibunya, menerima kunjungan beberapa dewa dan menjelaskan ajaran-ajarannya (Law) kepada mereka. Tangannya dalam sikap Vitarka Mudra, tanda sedangmemberikan petuah-petuahnya.

(15) :  Ratu Maya memutuskan untuk pergi ke sebuah hutan penuh pohon asoka. Ketika sampai dia menyuruh seorang dayang untuk meminta sang raja menemuinya.

Dalam relief ini nampak sang ratu berdiri dengan tangan satu menyentuh seorang dayang, mungkin dalam tindakan menyuruh dayang untuk pergi menemui raja. Istana yang ditinggalkannya digambarkan dengan detail pada separuh sebelah kanan. Istana tersebut terlihat seperti sebuah candi di Jawa dan' pada sebuah istana, dengan hiasan kala dan makara diatas pintu dan menara-menara kecil disudut langit-langitnya. Motif pada puncaknya adalah vajra, symbol Dunia Diamond (Diamond World), sebuah symbol sangat berarti dalam agama Budha Jawa. Tak ada motif puncak seperti itu yang ditemukan dalam candi-candi di Ja wa, sehingga kita tidak dapat menjelaskan apakah motif-motif tersebut benar-benar dipakai atau hanya sekedar imaginasi pembuat candi saja.


Episode-2 ; Kelahiran dan kehidupan awal sang Budha.

Panel no. 16 - 45 // sisi selatan candi

(16) :  Ketika sang raja tiba didepan hutan, tiba-tiba dia tidak dapat melanjutkan perjalanannya. Beberapa dewa memberitahu alasannya ; Sang ratu sedang mengandung seorang calon Budha.

Dalam relief ini terlihat sang raja berdiri didepan sebuah pintu gerbang pavilion dimana istrinya sedang menunggu yang diwujudkan dengan sebuah bangunan kecil ditengahnya. Atapi pavilion sang ratu dihiasi oleh banyak motif-motif vajra. Relief ini terjadi disebuah hutan tapi pohon-pohonnya tidak terlihat. Justru gajah sang raja yang terlihat disebelah kiri, meskipun ini tidak tertulis dalam versi-versi naskah yang maih ada. Gajah seperti juga payung adalah symbol keningratan (royalty) dijaman Jawa kuno.

(17) :  Sang raja kemudian dapat mendekati istrinya, dan selanjutnya bercerita tentang mimpinya atas seekor gajah yang memasuki rahimnya. Dia minta suaminya untuk mendatangkan para pendeta untuk  menafsirkannya.

Dalam relief ini terlihat sang ratu dengan tangannya seolah-olah meminta sementara tangan sang raja menunjukkan persetujuannya.

(18) :  Para pendeta memberitahu keluarga kerajaan tersebut bahwa sang ratu sedang mengandung (bear a son) bayi laki-laki yang kelak akan menjadi antara penguasa dunia atau seorang Budha.

Para pendeta tersebut diidentifikasikan oleh model rambut (hairdo) dan cambangn ya, dan secara khusus sebagai seseorang yang duduk diatas kursi yang ditinggikan.

(19) :  Ratu dan raja puas dengan jawaban tersebut dan memberikan para pendeta pakaian yang banyak dan perhiasan-perhiasan yang lain.

(20) :  Dewa indra dan dewa-dewa lainnya menawarkan istananya untuk tempat tinggal sang ratu selama masa hamil.

Dalam relief ini tak ada dewa yang dapat diketahui namanya. Mereka duduk didepan raja yang berada didalam sebuah ruangan (pavilion) yang banyak hiasannya. Para dewa, juga sang raja itu sendiri, mendirikan beberapa bangunan untuk ratu Maya.

(21) :  Agar supaya para dewa-dewa dan sang raja tidak kecewa, bayi Sakyamuni menciptakan ilusi bahwa ratu maya berada desetiap bangunan tersebut.

Dalam relief ini nampak 3 istana dan ratu Maya berada pada masing-masing istana. Berdiri disisinya ada/ah 4 dewi yang datang untuk melayani Sakyamuni. Perlu dicatat juga atapi dengan motif vajra.

(22) :  Selama masa kehamilan, sang ratu memperoleh kekuatan-kekuatan khusus; kekuatan untuk menyembuhkan orang-orang yang dirasuki roh halus (supernatural beings) dengan membiarkan mereka melihatnya, dan kekuatan menyembuhkan orang sakit dengan menempatkan tangan kanannya diatas kepalanya atau membiarkan mereka memegang sejumput rumput yang dipegangnya. ' .

Dalam relief ini tangan sang ratu memegang tangan seeorang laki-laki n bangsawan yang sakit (sore) sementara dibelakangnya terlihat puluhan orang antri  menunggu giliran disembuhkan (healing). Ada sebuah pintu gerbang dibelakang sang ratu.

(23) :  Dinasti Sakya merayakan kelahiran bayi yang semakin dekat dengan memberikan hadiah kepada orang-orang miskin.

Dalam relief ini terlihat sang raja berdiri agak jauh tepat didepan sebuah bangunan yang memiliki bentuk berbeda, mungkin menggambarkan bangunan Jawa kontemporer berlantai 2 yang terbuat dari kayu; Bangunan tersebut tidak dikenal di Jawa modern,. tapi di Nepal masih ditemukan susunan bangunan yang mirip seperti ini. Bangunan tersebut disebut Satta/ yakni sebuah kata yang berasal dari bahasa Sansekerta dan berarti rumah ibadah (aims).

(24) :  Sang raja hidup seperti seorang pertapia selama masa kehamilan istrinya.
Bagian yang rusak dibagian kanan relief mungkin menggambarkan sang raja. Aktiwtasaktivitas banyak orang tidak disebutkan dalam naskah yang ada. Mungkin merupakan tambahan dalam versi Jawa yang sekarang telah hilang.

(25) :  Muncul beberapa isyarat dengan semakin dekatnya kelahiran sang pangeran. Anak-anak (cub) singa turun dari gunung Himalaya, mengelilingi kota dan duduk dengan tenang dipintu gerbang, anak-anak gajah menyentuh kaki sang raja dengan belalainya, Dewa-dewa muda muncul dalam kamar sang raja dan duduk diatas pahanya sementara yang lain duduk dikamar.

(26) :  Ratu Maya meminta ijin raja untuk dapat melahirkan di Taman Lumbini,
Dia duduk dibagian kiri relief sementara sang raja berada ditengah

(27) :  Ratu Maya naik sebuah kereta menuju taman tersebut, diiringi (accompanied) oleh rombongan (retinue) besar.

Naskah asli menyebutkan 84.000 kereta kuda dan kereta gajah, tentara, pemain musik, dewi-dewi dan makhluk-makhluk halus lainnya dalam jumlah yang hampir sama pula.

(28) :  Ketika sang ratu tiba di Taman Lumbini dia berjalan hingga mencapai sebuah pohon yang anehnya menunduk dihadapannya. Dia kemudian memegang sebuah batang dan Sakyamuni langsung lahir dan berada disebelah kanannya. Bayi yang baru lahir tersebut secara ajaib berjalan 7 langkah dalam arah mata angin dan munculah bunga teratai dalam setiap langkahnya.Dalam relief tersebut sang ratu masih memegang ranting sementara para pembantunya membersihkan kakinya, dan bayi pangeran yang baru lahir tersebut (sa yang agak rusak) berjalan 7 langkah dan masing-masing langkah meningalkan jejak bunga teratai

(29) :  Setelah kelahiran Sakyamuni, datanglah beberapa resi mengucapkan selamat kepada raja Suddhodhana. Dewa Indra dan Brahma yang menyamar sebagai pendetajuga ikut mengucapkan selamat.

Relief ini menghadirkan 2 orang, sang raja disebelah kanan dan seorang resi disebelah kiri sebuah pavilion. Sebelah kiri terlihat para pendeta yang sedang menikmati pesta.

(30) :  Seminggu setelah kelahiran Sakyamuni, sang ratu meninggal dan kemudian menjadi seorang dewi. Adik perempuannya bernama Gautami menjadi pengasuh (baby guardian) sang pangeran.

Dalam relief ini terlihat seorang anak laki-laki duduk dipangkuan Gautami, dikelilingi oleh pelayan dan pembantu-pembantu yang lain.

(31) :  Seorang resi lain bernama Asita yang tinggal di Himalaya melihat tanda-tanda (portents) kelahiran Sakyamuni. Dia dan kemenakannya pergi ke Kapilavastu untuk melihat anak kecil tersebut.

Dalam panel ini sang resi dan kemenakannya berada disebelah kiri sementara Sakyamuni duduk dipangkuan ayahnya. Sang pengeran muncul dalam beberapa panel-panel berikutnya dengan sikap-sikap yang tidak umum seperti duduk dengan kakinya terbuka lebar, motif bulan sabit dibelakang kepalanya. Ditengah pane/, para pegawai kerajaan membawa hadiah-hadiah pakaian yang diberikan kepada para resi.

(32) :  Dewa-dewa yang datang, dipimpin Siva, lebih banyak lagi untuk memuja sang pengeran.

Dalam relief ini Siva mungkin orang ketiga dari kiri, dengan tangannya menutup menghaturkan sembah. Ruangan sebelah kanan panel diisi oleh gambar para pengawal dengan tameng, busur, dan panah yang tidak terdapat dalam naskah yang ada dan mungkin tambahan para pemahatnya saja.

(33) :  Anggota tertua keluarga Sakya menyarankan agar sang pangeran dibawa ke candi. Sang raja mendongakkan kepalanya tanda setuju (assent).

Orang-orang yang memegang berbagai obyek seperti semacam kebut lalat (fly whisk) hanyalah tambahan pemahat saja.

(34) :  Sang raja dan Sakyamuni, bersama-sama dengan rombongan besar terdiri atas para pendeta, pengawal, penasehat agama berangkat menuju candi. Kereta kencana nampak kecil, tapi gagah (vigorously) sentakkannya (tugging) pada tali-tali kendalinya (reins)

(35) :  Ketika sang pangeran tiba, patung-patung dari dalam candi termasuk Siva, Kuvera, Chandra, Surya, Indra, Brahma dan yang lainnya berubah menjadi hidup dan menyembah dihadapannya.

Dalam relief tersebut, prosesi tadi telah tiba di candi yang digambarkan dengan detail. Candi tersebut tidak mengacu pada suatu candi-candi yang ada. Candi tersebut memiliki 2 lantai dan atapnya yang tinggi disangga oleh pilar-pilar, Pada puncaknya ada sebuah cakra, symbol dewa Wisnu, Patung-patung candi tersebut digambarkan 4 orang besar-besar disamping candi. Yang berdiri mungkin sekali Brahma, tapi sisanya masih belum diketahui namanya. Seorang dewa lain baru saja keluar dari pintu, Sang pangeran berdiri didepan ayahnya memakai mahkota kecil yang umumnya dipakai anak-anak raja.

(36) :  Sang raja memiliki 500 ornamen emas dan perhiasan-perhiasan yang lain yang diberikan kepada sang pengeran. Ketika diletakkan, perhiasan-perhiasan tersebut kalah cahayanya dengan sinar yang keluar dari diri sang pengeran. Vimala, dewa Taman tersebut muncul dan mengatakan keajaiban tersebut kepada sang raja.

Sakyamuni terlihat disebelah kanan pavilion dalam relief tersebut, duduk dengan salah satu kakinya turun, sementara para punggawa istana membawa ornamen-ornamen kepada sang pangeran. Vima/a juga terlihat disebelah kiri panel berbicara dengan sang raja yang sedang duduk.

(37) :  Ketika Sakyamuni berusia cukup dewasa (proper age) dia dikirim kesekolah. Kepala sekolah, Visvamitra, terkesima dengan kedatangan Sakyamuni dan langsung pingsan. Seorang dewa bernama Subhangga membantu mengangkatnya dengan tangan kanan.

Relief digambarkan sang pangeran dan ayahnya ditengah, dipayungi, dan Visvamitra duduk bersila dihadapannya. Dibelakangnya, didalam sebuah pagar; adalah sekolahnya. Tipe bangunan ini sudah tidak ada lagi di Jawa, tapi banyak ditemukan dalam rumah-rumah di Sumatra dan Sulawesi. Diujung kanan sang kepala sekolah duduk dibawah, terkesima dengan kedatangan sang pangeran, sementara Subhangga membantu mengangkatnya. Sayang relief ini sudah banyak yang rusak.

(38) :  Episode selanjutnya menggambarkan masa-masa awal pendidikan sang pangeran. Sang pangeran yang lututnya dipangku sebuah tali, duduk disebuah pavilion dan Visvamitra disamping kanannya.

Meskipun digambarkan bercambang pada panel sebelumnya, disini dia tidak mempunyai Gambang; Sebuah contoh nyata keragaman ( variability) penggambaran tokoh yang sama oleh pemahat yang berbeda. Murid-murid yang lain duduk di pavilion lainnya disisi kiri sambil memegang kipas daun lontar.

(39) :  Ceritanya maju (skip) beberapa tahun, Sang pangeran memutuskan mengunjungi sebuah desa kecil (rural).

Relief ini memperlihatkan sang pangeran naik kereta meskipun tidak dijelaskan secara pasti pada naskah yang ada.

(40) :  Di kawasan pedesaan tersebut, sang pangeran duduk bersemedi dibawah pohon jambu. 5 orang resi yang kebetulan terbang melewatinya terhalangi oleh kekuatan yang tak kelihatan, yang kemudian diberitahu oleh roh-roh penjaga setempat bahwa itu karena sang pangeran.

Di India lukisan semedi pertama ini sering ditampilkan dengan seorang petani dan bajak dibelakangnya, sebuah pakem yang tidak diikuti oleh para pemahat candi Borobudur. Kelima resi tersebut terlihat memuja Sakyamuni.

(41) :  Sang raja yang diberitahu oleh para penasehat keagamaan (prophecy) bahwa anaknya kelak mungkin akan menjadi Budha atau penguasa agung menginginkan anaknya kelak menggantikan dirinya menjadi raja dan meminta Sakyamuni untuk menikah. Sang pengeran berjanji akan memberikan jawabannya dalam 7 hari.

(42) :  Sang pangeran bersedia (consent) menikah dan memilih Gopa sebagai istrinya. Karena dia satu-satunya wanita diantara semua Wanita muda yang mampu melihatnya tanpa silau karena pancaran sinar sang Pangeran. Sang pangeran memberinya cincin kawin yang diambil dari jarinya. Pada reliefnya terlihat sang pangeran melakukan pemberian cincin tersebut, burung merak diatas atapi mungkin melambangkan perkawinan yang akan tiba.

(43) :  Ayah Gopa tidak yakin bahwa Sakyamuni cocok bagi anaknya, dan menginginkan ujian untuk membuktikan kekuatan mental dan fisiknya yang belum pernah ada. Sang pangeran memberitahu ayahnya bahwa dia sanggup.

(44) :  Seorang lawan Sakyamuni, Devadatta, menyeret seekor gajah putih yang dipergunakan Sakyamuni memasuki kota, dan tanpa malu-malu langsung membunuhnya hanya dengan kekuatan angin yang keluar dari kepalan tangannya.

(45) :  Sakyamuni membuang gajah mati tersebut melewati 7 dinding dan 7 parit kotaraja sehingga bau busuk bangkainya (rotting carcass) tidak mengganggu penduduk '

 

Episode-3 ; Sang Budha meninggalkan kehidupan sebelumnya.

Panel no. 46 - 75 // sisi barat candi

(46) :  Sakyamuni, bersama-sama 500 pangeran yang lain, keluar kota untuk menunjukkan kekuatannya. Dia membuat suatu perkara dan akhirnya tak seorang pangeranpun yang dapat menyelesaikannya.

Dalam relief ini, raja Suddhodhana duduk diujung sebelah kanan dan Sakyamuni ditengah memberikan solusinya.

(47) :  Dalam 2 panel berikut ini menunjukkan sebagaian dari pertandingan tersebut yang dalam naskah asli Lalitasvara tidak ada.
Yang pertama para pangeran Sakya terlihat di pavilion sebelah kiri sementara Sakyamuni berada ditengah memegang batang teratai, dan sang raja duduk sebelah kanan

(48) :  Dalam panel ini, Sakyamuni masih berada ditengah, sementara sang raja disebelah kanan digambarkan seolah-olah sedang mengucapkan selamat.

Tanpa penjelasan naskah yang ada, sulit untuk menterjemahkan kedua panel tersebut.

(49) :  Ujian selanjutnya adalah memanah. Sakyamuni memakai busur kuno yang disimpan dicandi sejak masa kakeknya. Tak seorangun yang dapat menarik (bend) talinya. Kemudian dia melepaskan panah dan menembus (through) 7 pohon seperti ditunjukkan dipanel juga beberapa target yang lain termasuk sebuah babi hutan besi.

(50) :  Ayah Gopa setuju atas perkawinan tersebut. Tapi para punggawa kerajaan mengkritik Gopa kurang modis karena wajahnya tidak ditutupi kain (veil), Gopa menjawab bahwa orang yang kurang modis adalah yang tidak rendah hati dan jujur, sementara mereka-mereka yang mampu mengontrol dirinya sendiri adalah yang rendah hati walaupun wajahnya tertutup kain atau tidak. Sang raja puas atas jawaban tersebut dan menghadiahi Gopa hadiah-hadiah.

(51) :  Sang pangeran pergi ke keputren (quarters of women) tempat para selirnya sambil menyatakan bahwa Gopa adalah permaisurinya.
Sakyamuni duduk disinggasana dan dihadap para wanita yang berada di istananya sementara para wanita menetapi takjub kepada dirinya dan istrinya.

(52) :  Beberapa dewa termasuk Indra dan Brahma serta dewa-dewa yang lain mengucapkan selamat atas perkawinan tersebut sambil menanyakan kapan dia akan memulai perjalanan (quest) pencerahannya.

Dalam relief tersebut terlihat sang pangeran duduk disebuah pavilion salah satu kakinya turun kebawah. Diujung sebelah kanan antara pangeran dan pintu gerbang terdapat sekelompok pemain musik wanita. Para dewa dalam sikap lain-lain digambarkan disebelah kiri pavilion. Beberapa penjaga dan makhluk-makhluk sorgawi terlihat dibelakang para dewa tersebut.

(53) :  Mula pertama sang pangeran tidak menanggapi. Suatu malam seorang dewa bernama Hrideva mendatangi sang pangeran dan menyarankannya untuk meninggalkan kerajaan.

Dalam relief ini sang pangeran duduk disebuah istana dikelilingi pagar. Dibelakangn ya para wanita tertidur sementara itu para dewa turun melalui awan dan berbicara kepadanya. Diluar istana para penjaga juga mengantuk.

(54) :  Sang raja bermimpi tentang kepergian Sakyamuni dan mencoba mencegahnya dengan membangun lagi 3 istana untuk menyenangkan hatinya Sang raja juga menempatkan (post) para penjaga sekitar istana dan mengirim lebih banyak wanita untuk menghiburnya.Ini adalah komposisi paling menarik di candi Borobudur. Disebelah kanan sang pangeran diapit 2 orang wanita; disebelah kiri Gopa sedang menyisir (composing) rambutnya sambil bercermin. Ditengah adalah istana ketiga. 3 orang laki-laki berdiri didepan pintu sementara gajah dan penunggangnya tidak disebutkan dalam naskah yang ada.

(55) :  Sang raja juga menempatkan para penjaga disekitar istana dan mengirim lebih banyak wanita untuk menghiburnya.
Ini adalah komposisi paling menarik dari candi Borobudur. Disebalah kanan sang pangeran diapit 2 orang Wanita, disebelah kiri Gopa sedang menyisir (composing) rambutnya sambal bercermin. Ditengah adalah istana ke-3. Ada 3 orang laki-laki berdiri didepan pintu, sementara gajah dan penunggangnya tidak disebutan dalam naskah yang ada.

(56) :  Suatu hari, sang pangeran ingin mengunjungi taman rekreasi kerajaan. Dalam perjalanan, karena kekuatan spiritualnya dan juga kekuatan para dewa, muncullah seorang tua didepannya. Sang pangeran kembali ke istana dan batal mengunjungi taman.

Ini adalah salah satu dari 4 hal yang memotivasi sang pangeran untuk melakukan perjalanan sucinya menuju pencerahan.

(57) :  Dalam perjalanan kedua ke taman rekreasi, sang pangeran, karena juga campur tangan dewa-dewa, melihat orang sakit. Tokohnya terletak pada ujung kiri, para dewa sebelah kanan dan awan dibagian diatas.

(58) : Dalam kesempatan lain, dia melihat orang meninggal yang dikelilingi kerabatnya sambil menangis.

Dalam relief ini orang mati tersebut diletakkan diujung kiri dibawah sebuah atap yang tidak ada dalam naskah dan mungkin menggambarkan rumah orang mati (funerary structure) Jawa kuno. Kereta kuda yang dipahatkan disini adalah yang paling indah dicandi Borobudur, dengan dekorasi indah sekali atas kayu keretanya (shaft) yang ujungnya bergambar seekor singa. Relief para dewa diujung kanan dalam keadaan rusak, meskipun masih dapat dilihat menurut sebuah lukisan yang dibuat tahun 1850-an.

(59) :  Yang keempat, sekali lagi karena dewa-dewa, melibatkan seorang biksu. Dia terlihat teduh dan kebalikan dari tangisan serta penderitaan yang dirasakan orang lain karena mereka belum mampu mengontrol emosinya. Sang pangeran kemudian bersemedi seperti biksu dan mulai menempuh cara kebebasan atas rasa penderitaan.

(60) :  Malam itu dia menghibur Gopa yang baru saja mengalami mimpi buruk.

Agak susah untuk menetapikan apakah dalam episode ini tokoh tersebut adalah Sakyamuni karena dia terlihat duduk sendirian diistananya.

(61) :  Sakyamuni kemudian menemui ayahnya dan diberi ijin untuk meninggalkan istana.

Sang pangeran duduk disebelah kanan raja diistana raja. Para penjaga yang tertidur menunjukkan waktu malam, sikap tangan sang raja menunjukkan ijinnya atas permintaan tersebut.

(62) :  Keluarga besar dinasti Sakya berusaha mencegah kepergian Sakyamuni, dan Gautami memerintahkan semua wanita untuk menjaga sang pangeran dengan ketat.

Sang pangeran diperlihatkan duduk disebuah pavilion yang dihiasi motif kala-makara dan dikelilingi pagar serta wanita.

(63) :  Para dewa kemudian membuat wanita-wanita istana tersebut nampak jelek dan kebingungan (disarray) sementara wanita-wanita yang lain tertidur pulas dengan posisi tidak senonoh (disgusting posture) bahkan ngorok.Gambaran ini untuk mengingatkan sang pangeran bah wa tubuh manusia adalah penjara busuk (decaying) bagi jiwa dan semakin membuat sang pangeran ingin segera meninggalkan istana dan memulai perjalanan menuju pencerahan.

(64) :  Sang pangeran keluar istana dan memanggil kudanya, Santhaka.  

(65) :  Dengan bantuan para dewa, sang pangeran kemudian melakukan “Kepergian Agung - Great Departure” meninggalkan kehidupan ningrat selama-lamanya.

(66) :  Ketika sang pengeran meninggalkan kerajaan Sakya, turun dari kuda Kanthaka, mengucapkan selamat tinggal kepada para dewa dan makhluk sorgawi yang membantunya.
Mereka termasuk para yaksa, tokoh diujung kanan dengan kumis dan bentuk tubuh aneh. Pemahat panel ini menggambarkan kepergian pembantu pangeran dan kudanya, tapi pemahat panel berikutnya masih menampilkan keduanya.

(67) :  Sakyamuni kemudian memotong rambutnya
Terlihat seorang dewa dengan berbunga-bunga, sambal membawa sebuah nampan, menunggu potongan rambut sang Budha

(68) :  Kemudian dia membuang pakaian kebangsawanannya dan mengenakan jubah oranye milik seorang pemburu yang kebetulan lewat (sesungguhnya dewa yang sedang menyamar).

Kepala sang pangeran direlief ini sayangnya dalam keadaan rusak. Suasana alam disebelah kanan panel dan dewa-dewa disebelah kin" tidak terdapat dalam naskah yang ada.

(69) :  Semua dewa datang dan bertepuk tangan kepada sang pangeran.

Tumbuhan dan binatang yang menghiasi panel ini juga 2 pot bunga tidak ada disebut-sebut dalam naskah yang ada. Sang pangeran sekarang mempunyai ciri khas rambutnya keriting dan bertingkat.

(70) :  Sang pangeran pergi kedua tempat dimana pertapia wanita menawarkan makanan.

Para seniman Borobudur berasumsi bahwa pertapaan berada disebuah hutan lebat seperti ditunjukkan oleh pohon-pohon, motif-motif bebatuan, dan binatang buas disisi kanan panel.

(71) :  Sang pangeran memulai hidupnya sebagai seorang biksu yang mengembara. Akhirnya dia tiba disebuah kerajaan disebut Vaisali dan meminta ijin untuk menjadi seorang murid pertapia bernama Arada Kalapa.

Gunung berhutan dilatarbelakang menunjukkan bahwa dia baru saja keluar dan sana. Tokoh yang berdiri dan bercambang mungkin mewakili sang pertapia dengan murid-murid dibelakangnya. Salah satu murid menawarkan kendi berisi air kepada sang pangeran. Hingga saat ini masih sering terlihat orang menaruh kendi didepan rumahnya supaya orang yang haus bisa ikut minum.

(72) :  Setelah beberapa waktu Arada mendapati sang pangeran selevel dengannya dan diangkat menjadi seorang guru.

Dalam relief ini tangan sang pangeran bersikap “jangan takut – abhaya mudra”, mengajarkan kelima murid yang duduk didalam goa. Arada duduk disebuah kursi batu tertentu yang akhir-akhir ini kadang-kadang ditemukan pada sebuah situs arkeologi Jawa bekas kerajaan kuno dan disebut “watu gilang - shining stone”.

(73) :  Sakyamuni akhirnya memutuskan untuk meneruskan perjalanannya, tiba dikota Rajaghra untuk meminta-minta, dan semua orang terkejut atas kehadirannya. Sesorang mengatakan bahwa Brahma sendiri turun kebumi untuk meminta-minta. Sang rajapun sampai datang dan memberi rumah kepada sang pangeran.

Dalam relief ini istana terletak disebelah kiri, para punggawa dan rakyat duduk bersila, dan raja serta ratu yang memegang mangkuk makanan.

(74) :  Esok harinya raja dan orang-orang lain melihat cahaya bersinar terang keluar dari gunung Pandava dimana Sakyamuni berada. Mereka kemudian pergi menemuinya dan membujuk untuk tinggal dan diberi separuh kerajaan.Relief ini terlihat gunung berbatuan, dengan beberapa binatang buas sementara sang pangeran tinggal disebuah gua. Sang raja bersikap hormat (supplicating) disebelah kirinya.

(75) :  Sakyamuni selanjutnya mengunjungi Rudraka, seorang guru di Rajagrha, yang mengundang Sakyamuni untuk bergabung dengannya.

Sekali lagi pemahat menggambarkan relief ini disebuah hutan dan bukannya kota. Para pertapia, denga ciri khasnya pada model rambut serta manik-manik, sedang mendengarkan ajarannya.


Episode-4 ; Pencerahan sang Budha.
Panel no. 76 - 105 // pada sisi utara candi

(76) :  Setelah beberapa waktu sang pengeran memutuskan pergi ke Magadha. 5 orang dari kelompok Rudraka ingin mengikutinya karena menganggap dia orang bijaksana. Sang pengeran dan 5 murid barunya melakukan semedi di gunung Gayasirsa.

Dalam relief ini Sakyamuni dan 5 orang muridanya terlihat sedang bertapa disebuah gua dekat sungai yang penuh ikan kan disebelah kanannya. Tambahan-tambahan ini mungkin sekali kreasi para seniman Borobudur sendiri karena hal itu tidak ditemukan dalam naskah yang ada.

(77) :  Keenam orang tersebut kemudian bersemadi dipinggir sungai Nairanjana. Disini dia melakukan praktek-praktek (austerities) yang membuatnya kelaparan.Sikap Sakyamuni menunjukkan penolakannya atas puasa luar biasa tersebut meskipun murid-muridnya mengajaknya.

(78) :  Melihat penderitaan Sakyamuni dan menyebabkannya hampir mati, ibunya yang sekarang menjadi seorang dewi menemui dan membujuknyaTapi sang pangeran meyakinkan ibunya bahwa dia tidak akan dapat mati.
Eposide hampir mati sang Budha karena kelaparan sering muncul dengan mengambarkan keadaannya yang sangat kurus (emamated) kadang-kadang tinggal tulang belulang (gruesomely skeletal). Tetapi pemahat
Borobodur menggambarkannya tetapi seperti keadaan normal untuk menghindari tema-tema “mengganggu - disturbing” pada relief-relief Borobudur., Ratu Maya didampingi dewi-dewi banyak sekali sambal membawa beberapa hal sperti pembakar dupa, kipas, nampan, bunga-bunga, dan kebut pengusir lalat, dll.

(79) :  Dewa-dewa dan makhluk-makhluk sorgawi yang lain semakin banyak berdatangan dan duduk disampingnya.

Relief ini menggambarkan hanya dewa-dewa yang menerima ajarannya.

(80) :  Para dewa menawarkan sang Budha kekuatan magis sehingga dia tidak perlu makan, tapi ditolak karena takut orang-orang disekitarnya akan mengira dia dapat hidup tanpa makan. Sang pangeran kemudian memutuskan untuk menghentikan puasa luar biasanya. Kelima muridanya kecewa dan pergi meninggalkannya.

(81) : Setelah menghentikan puasanya, sang pangeran pergi kesuatu tempat disebut Uruvila, dimana putri kepala desa memberinya makanan.

(82) :  Sakyamuni memutuskan untuk memakai jubah baru dan memilih kain kafan (shroud) seorang wanita meninggal bernama Radha yang dulu adalah budak Sujata, seorang putri kepala desa. Dia pergi ke sebuah kolam air untuk membersihkan kain tersebut fiatas batu. Tetapi Ketika Sakyamuni berusaha keluar dari kolam, roh jahat Mara meninggikan pinggir kolam. Dia kemudian ditolong seroang dewi pohon disamping kolam dengan membengkokkan cabangnya sehingga Sakyamuni dapat menggapainya dan keluar kolam.

(83) :  Seorang dewa lain memberinya sebuah jubah berwarna kemerahan, Jubah itu diterimanya.
Burung merak, kera, dan gajah diujung kiri panel adalah kreasi sang pemahat itu sendiri

(84) :  Sujata, putri kepala desa, bermimipi bahwa Sakyamuni telah mengakhiri puasanya. Dia mengirim seorang budak untuk mengundangnya dating kerumah dimana nanti dia bisa memberi makanan.

Di tanah dekat sang pangeran terdapat sebuah piring berhias indah yang mengeluarkan asap panas. Rumah juru masak dihiasi bendera-bendera, dan peralatan masak dipahatkan diujung kanan.

(85) :  Sakyamuni kembali ke sungai Nairanjana untuk mandi, mangkuk emas tempat makanan pemberian Sujata dibawa serta meskipun dia tidak menghendaki.4 orang duduk bersimbuh tidak disebutkan dalam naskah yang ada

(86) :  Ketika dia mandi, datanglah para dewa menemuinya Beberapa dewa menciprati (sprinkle) Sakyamuni dengan wewangian dan bunga-bunga, dewa-dewa yang lain mengumpulkan bekas air mandi untuk dijadikan barang keramat (relic).

Disisi kanan pinggir sungai, 2 ekor naga atau “penunggu sungai”muncul dari sungai, masing-masing digambarkan dengan sebuah mahkota dikepalanya.

(87) :  Setelah mandi dia mencari tempat untuk duduk dan naga wanita memberi singgasananya.

Kursi besar dan singgasana-Singgasana yang lain sering muncul direlief-relief, menunjukkan bahwa kursi tersebut pernah ada dijaman Jawa kuno.

(88) :  Sang pangeran duduk dan menghabiskan makanan yang diberikan Sujata.

Tempat duduk dan keadaan sekitarnya nampak sangat berbeda dengan relief-relief yang lain meskipun tempatnya sama. Sekali lagi, seekor singa kecil muncul dari sarangnya dikanan bawah.

(89) :  Ketika dia selesai makan, Sakyamuni membuang mangkuk emas tersebut kesungai. Sangara, raja naga mengambilnya, tapi dewa Indra juga menginginkannya. Mula pertama Indra merubah ujudanya menjadi seekor garuda dan berusaha mengambilnya dengan vajra “halilintar - thunderbolt" diparuhnya (beak). Tetapi ketika dia minta secara baik-baik, sangara memberikannya dan menyimpannya baik-baik.

Dibagian kanan relief, sakyamuni baru saja membuang mangkuk tersebut kesungai, dimana raja naga mengambilnya. Dibagian kiri relief mangkuk tersebut diberikan kepada Indra dan selanjutnya diletakkan di Airavata.

(90) :  Sang pangeran kemudian pergi menuju pohon Bodhi Pencerahan, dan para dewa membantujalannya. Sang pangeran ingin mengambil rumput untuk tempat duduknya. Ketika menemui seorang pencari rumput bernama Svastika, dia minta seonggok rumput.

(91) :  Brahma dan sekelompok dewa datang memuja sang pangeran. Raja naga, Kalika, melihat sang pengeran memancarkan sinar juga ikut memujanya. Dia dikelilingi bermacam-macam dewa termasuk Brahma dan Indra.
Dewa yang sujud didepannya adalah Brahma terlihat dari bentuk rambutnya. 4 orang tokoh diujung kiri adalah raja naga beserta pembantunya dan terlihat dari hiasan kepalanya. Benda aneh yang dipegang raja naga jelas sikap memuja, tapi kita tidak tahu benda tersebut melambangkan apa atau dulunya memang ada di pulau Jawa.

(92) :  Sekarang waktunya Sakyamuni untuk mencari sebuah pohon tempat semedi.
Banyak dewa yang menghias sebuah pohon bodhi dengan harapan akan dipilih Sakyamuni.


(93) :  Untuk menghindari kekecewaan para dewa, maka dia menggandakan dirinya dan duduk dibawah setiap pohon.
Ketika dia sedang bersemedi, banyak Bodhi-satwa yang datang untuk memujanya.

(94) :  Dalam usahanya terakhir, roh jahat Mara menyerang sang pangeran supaya tidak dapat mencapai pencerahan.

Sakyamuni protes, mengatakan bahwa dimasa lalu Mara, raja Nafsu - King of Desire, hanya sekali melakukan pengorbanan, sementara Sakyamuni sudah membuat jutaan pengorbanan dalam kehidupan terdahulunya. Mara menjawab bahwa Sakyamuni sendiri merupakan saksi atas pengorbanan Mara tersebut, sementara tak seorangpun disitu yang mau menjadi saksi atas pengorbanan Sakyamuni sehingga Sakyamuni harus memberikan pengorbanan tersebut. Sakyamuni menjawab dengan menggerakkan tangan kanannya menyentuh bumi. Dewi Bumi Sthavara dengan dewi-dewi yang lain muncul dan masing-masing bersaksi atas pengorbanan Sakyamuni kepada makhluk lain yang tak terhingga jumlahnya.

(95) :  Setelah kalah kekuatan dengan Sakyamuni, Mara mengirimkan anak-anaknya yang cantik untuk menggoda imannya. Tapi juga gagal.

(96) :  Sakyamuni selanjutnya mencapai Pencerahan Tertinggi (supreme enlightment) dan menjadi Budha atau orang yang memperoleh Pencerahan.

(97) :  Budha-Budha yang lain mengirimkan payung-payung yang dihiasi permata untuk melindungi suasana pencerahannya.

Hal ini terlihat diudara diatas banyaknya dewi-dewi turun memujanya. Bunga teratai bermekaran diudara tidak terdapat dalam naskah.

(98) :  Para dewa memandikan Budha dengan air wangi. Salah satu dewa bertanya semedi apa yang digunakannya agar dapat terus berada dalam posisi yang sama selama 7 hari.

(99) :  Budha menjawabnya ; Prithaharavyuha.

Dalam relief tersebut mengganti posisi tangannya dengan sikap mudra “Menolak rasa takut - Dispelling Fear”

(100) :  Selanjutnya sang Budha berdiri dan berjalan, secara ajaib dengan jarak 2 kali lebih panjang, tapi tetapi kembali ke pohon suci Bodhimanda.

(101) :  4 minggu setelah mencapai pencerahan, Budha tinggal dengan seorang raja naga, Mucilinda. Cuacanya sangat jelek, dan kemudian sang naga melingkari Budha ketika sedang semedi agar terlindung dr cuaca tsb.

Gambaran ini sering dipahatkan secara 3 dimensi dengan sang Budha duduk disebuah singgasana berhias 7 kepala kobra. Di candi Borobudur dipahatkan secara berbeda; sang raja naga digambarkan menunduk didepan sang Budha yang duduk disebuah pavilion. Gajah dan makhluk-makhluk lain digambar tersebut sulit dijelaskan.

(102) :  5 minggu setelah pencerahan, sang Budha meninggalkan istana Mucilinda dan berjalan kesebuah pohon beringin. Ditengah jalan dia bertemu sekelompok pertapa yang menanyakan bagaimana dia dapat bertahan dalam cuaca yang sangat jelek tersebut.

(103) :  Budha kemudian semedi dibawah pohon lain. Suatu hari lewatlah sebuah kereta pedagang, dan mereka ketakukan karena ada banyak cahaya, Untunglah seorang dewi menenangkan (reassure) mereka.

Cahaya terang keluar dari pohon tersebut adalah pancaran sang Budha. Pedagang tersebut jumlahnya 3 orang diujung kanan sedang berbicara dengan seorang wanita ujud sang dewi.

(104) :  Para pedagang menawarkan makanan kepada sang Budha. Sang Budha ingin makanan tersebut diletakkan dimangkuk emas dan 4 dewa - “Raja Agung” atau “Raja 4 Mata Angin“ - masing-masing menawarkan sebuah mangkuk. Tanpa mau membuat mereka kecewa, sang Budha menggabungkannya menjadi satu.

(105) :  Para pedagang memberi madu kepada Budha.

 

Episode-5 ; Pengajaran Pertama.

Panel 106 -- 120 // disisi timur candi hingga tangga naik.

(106) :  Malam itu, para dewa - dipimpin dewa Brahma - meminta sang Budha untuk memberi pengajaran.
Tak satupun dewa-sewa tersebut dapat diketahui namanya. Budha sekarang dalam sikap “dhyani mudra”, bermeditasi.

(107) :  Mula pertama sang Budha tidak menjawab, tapi mendekati pagi hari dia baru bersedia.

Sekali lagi tak seorang dewapun yang dapat diidentifikasi.

(108) :  Budha kemudian bertanya kepada siapa dia harus memulai pengajarannya. Rudraka, pilihan pertama, sudah meninggal selama seminggu. Pilihan selanjutnya adalah Arada Kalapa, tapi dia juga sudah meninggal selama 3 hari. Kemudian dia bertanya dimana 5 orang muridnya yang dulu, dan dengan penglihatan spiritualnya terlihat kelima murid tersebut sedang berada di Taman Rusa di Benares.

Mungkin penglihatan kepada 5 orang bekas muridnya adalah point utama dalam relief ini, tapi tidak ada bukti-bukti penguatnya.

(109) :  Budha kemudian pergi menuju Benares

(110) :  Diperjalanan dia bertemu seorang biksu yang bertanya dia pergi kemana.

(111) :  Selanjutnya dia melewati Gaya dan diterima oleh raja naga Bernama Sudarsana.

Terlihat sederetan naga sambil membawakan hadiah.

(112-114) Budha melewati beberapa kota lain dan selalu dihormati.

Kejadian dalam kota-kota tersebut tidak ditulis secara gamblang dalam naskah yang ada, tapi pemahat candi Borobudur menggambarkannya dalam 3 penel relief. Mungkin kejadian-kejadian tersebut lebih banyak diungkapkan dalam naskah Jawanya. Panel 112 melukiskan sebuah pesta besar dibawah payung dan atapi pavilion. Bangunan seperti candi diujung kiri mungkin melukiskan kejadiannya berlangsung disebuah kota.

(115) :  Ketika sang Budha tiba di sungai Gangga, tukang perahu menolak menyebrangkannya jika tidak membayar uang. Sang Budha lalu terbang menyebrangi sungai dan tukang perahupun pingsan karena malu.

(116) :  Sang Budha tiba di Benares dan meminta-minta makanan

(117) :  Dia selanjutnya menemukan kelima muridanya dulu yang dengan rendah mengatakan "Ini dia datanglah biksu Gautama terhormat, yang malas, rakus makan (glutton), manja. Kita diamkan saja ketika dia mendatangi kita ...”
Seperti terlihat dalam relief 5 murid tersebut tidak sibuk menyambutnya.

(118) :  Ketika sang Budha mendekat, mereka terpana atas cahayanya dan tidak sadar mereka berdiri dan menyambutnya. Rambut panjang ciri khas pertapia gunung, secara ajaib terpotong dan mereka memakai jubah.

Reliefnya menunjukkan bagaimana para murid tersebut sudah berubah penampilannya. Budha sedang berbicara dengan mereka seperti ditunjukkan pada sikap “vitarka mudra" nya.

(119) : Para murid ini kemudian secara spiritual memandikan sang Budha.

Gambaran ini terlihat pada candi Borobudur ditunjukkan pada sebuah kolam teratai. 4 naga (pelindung air) tidak termuat dalam naskah yang ada.

(120) : Kemudian Budha memberi pengajaran pertamanya, dia menunjukkan sikap tangan “Roda Dunia”.

Para muridnya digambarkan disudut kiri bawah sedang mendengarkan. Sayang relief ini cukup rusak, terutama sang Budhanya.


Disini narasi cerita Lalitasvara berakhir. Beberapa ahli mengaku cukup terkejut akhir cerita ini dengan cara yang sangat tiba-tiba. Peristiwa-peristiwa penting lainnya dalam kehidupan Budha selanjutnya, seperti ketika dia memasuki Nirwana dibuang.

Nirwana adalah tujuan utama yang ditekankan pada “Doktrin Lama” dan bukan pada Budha Mahayana. Filosofi Mahayana adalah Bodhisatwa yang menolak masuk Nirwana agar dapat menyelamatkan makhluk-makhluk lain. Perbuatan Budha paling utama (greatest) menurut Mahayana adalah mengajarkan “Ajaran Keselamatan - Law of Salvation”. Jadi naik Nirwana adalah perbuatan senang sendiri (self-indulgence).

 

GANDAVYUHA

Perjalanan seorang pemuda dalam mencari Kebijaksanaan 

Dari semua cerita-cerita yang digambarkan dalam candi Borobudur, orang Jawa memberikan (devote) ruang yang banyak sekali pada sebuah cerita tentang seorang pemuda bernama Sudhana dan perjalanannya mencari

Kebijaksanaan. Cerita tersebut dipahatkan pada ketiga galeri bagian atas, sehingga memberikan perasaan hormat luar biasa (greatest) terhadap cerita tentang seorang pemuda yang melakukan perjalanan dan mengunjungi banyak guru dalam mencari pengetahuan. Para pemahat menggambarkan cerita Sudhana dalam 460 panel. Cerita tersebut dimulai pada dinding utama galeri ke-2 (128 panel), disambung pada dinding utama (88 panel) dan langkan (88), pada galeri ke-3, memenuhi langkan langkan galeri ke-4 (84 panel), dan berakhir pada dinding utama (72 panel).

Cerita ini berdasarkan naskah kuno berjudul “Gandavyuha -The Structure of the World Compare to a Bubble”. Narasi reliefnya tidak seindah cerita-cerita pada galeri-galeri bagian bawah. Tak ada perjalanan atau romantika, hanyalah pengulangan kunjungan kepada beberapa guru dan diselingi oleh penglihatan mistis/magis yang dialami oleh Sudhana dan lainnya. Lebih-lebih naskah tersebut ditulis dalam bahasa abstrak yang tidak sesuai bagi pemahat yang harus mengungkapkannya tokoh-tokohnya dengan jelas. Seseorang dapat membayangkan bahwa para peziarah yang sudah meresapi (absorb) ajaran-ajaran moral pada cerita-cerita moral dan cerita pangeran Sidharta digaleri bagian bawah, sekarang dianggap telah siap untuk cerita yang lebih berderajat (solemn) dan intelektual. Setelah dihibur di galeri bagian bawah, peziarah tersebut secara pribadi diharapkan lebih siap untuk memasuki pendidikan yang lebih tinggi. Relief-relief bagian bawah ditujukan sebagai perkenalan dalam bentuk konsep dan terminology yang dengan mudah dipahami yang sekarang dijelaskan dalam model didaktif.

Gandavyuha mulai dengan Budha dan Samantabhadra (Universally Good) yang berada di taman bersama-sama dengan Mansjuri dan raja-raja manusia utama dan dikelilingi oleh 5.000 Bodhisatwa. Mereka meminta Budha untuk menunjukkan sebuah keajaiban, dan Budha menjawabnya dengan menunjukkan sebuah meditasi disebut “penampilan singa - the appearance of the lion” sehingga menyebabkan penglihatan-penglihatan yang indah. Kebanyakan lukisannya adalah pengulangan atas perjalanan Sudhana mengunjungi berbagai guru spiritual selanjutnya disebut kalyanamitra (Teman Baik) yang masing-masing memberikan ajaran kebijaksanaan sebelum menyuruhnya menemu guru lain. Akhirnya Sudhana tiba di istana sorgawi Maitreya, calon Budha berikutnya.

Salah satu hal paling menarik dari candi Borobudur adalah penekanan perbedaannya dimana orang-orang Jawa telah menempatkan pada bagian-bagian tertentu dari cerita dicandi Borobudur ini dibandingkan dengan versi naskahnya yang kita ketahui sampai sekarang. Naskah yang masih ada memfokuskan hampir semua perhatiannya pada kunjunganckunjungan Sudhana kepada guru-guru sebelum dia mencapai istana Maitreya. Hanya sepersepuluh dari narasi tersebut menjelaskan apa yang terjadi setelah Sudhana mencapainya. Sementara itu penekanan pada candi Borbudur sangat berbeda. Perjalanan Sudhana dialokasikan dalam 126 panel, sementara sisanya 334 panel menggambarkan keadaan dan kejadian setelah kedatangan Sudhana diistana Maitreya, sekaligus pertemuannya dengan 2 orang guru supernatural lainnya; Budha Mansjuri dan Bodhisatwa Samantabadra. Samantabadra-Iah yang sesungguhnya memberikan Sudhana Kebijaksanaan Tertingi. Klimaks dari seluruh rangkaian 1,460 relief ini terletak pada sumpah (vow) Sudhana untuk mengikuti semua perbuatan-perbuatan (example) Samantabadra.

NASKAH

Gandavyuha adalah salah satu tulisan Budha yang paling banyak tersebar di seluruh Asia. Cerita-ceritanya banyak diilustrasikan dari periode Cina kuno dan kesenian Jepang, tapi digambarkan secara berbeda pada candi Borobudur. Kadang-kadang Gandavyuha dianggap karya terpisah, tapi justru sering merupakan kesimpulan dari sebuah naskah penting disebut Avatamsaka Sutra atau “Naskah Bunga - Flower Ornament Scripture”. Versi-versi naskah tertuanya merupakan terjemahan dalam bahasa Cina dari naskah-naskah asli

berbahasa Sansekerta. Gandavyuha mula pertama diterjemahkan dalam Bahasa Cina sebagai sebuah karya terpisah pada abad ke-4. Terjemahan lengkap pertama naskah Avatamsuka Sutra selesai pada tahun 421 oleh Buddhabhadra, Ziogang biksu India utara. Gandavyuha merupakan bagian akhir dari naskah 34 bab. '

Kerumitan berikutnya adalah bahwa bagian akhir Gandavyuha versi Borobudur tidak ditemukan dalam Avatamsaka Sutra maupun juga dalam 2 dan 3 terjemahan Cina tertua atas Gandavyuha. Bagian akhir ini adalah Bhadracari Pramdhaganata (sumpah Samantabhadra), sering dipendekkan menjadi Bhadracari. Bahkan lebih membingungkan lagi, bagian akhir dari Bihadracari, tentang (concerns) kekuatan dan keagungan Budha Amitabha, dibuang pada naskah-naskah awalnya dan muncul kembali secara terpisah pada sebagai sebuah terjemahan oleh Amoghavajra pada abad ke-8. Versi lengkap Gandavyuha baru diterjemahkan dalam bahasa Cina tahun 798 oleh biksu Prajna, atas sebuah naskah pemberian raja Orissa kepada kaisar Cina. Tentu saja ini kontemporer dengan pembangunan candi Borobudur karena menunjukkan bahwa orang Jawa sudah telah mempunyai versi lengkapnya sebelum mencapai Cina tersebut.

CERITA SUDHANA

Dalam 16 rangkaian relief pertama, mulai dari tepat sebelah kiri tangga naik hingga ujung tenggara, ditampilkan disebuah hutan sekelompok makhluk sorgawi dengan seorang Budha ketika dia sedang bersemedi, bagi mereka menunjukkan keajaibanokeajaiban dan dipuja oleh para Bhodisatwa, murid-murid, dan penguasa manusia bijak. Tetapi beberapa orang yang merupakan penganut Ajaran Lebih Tua (Hinayana) tidak dapat melihat keajaiban-keajaiban. Naskah yang ada menyebutkan bahwa mereka tidak dapat melihat keajaiban tersebut karena mereka hanya mencari keselamatan diri sendiri dan tidak memikirkan bagaimana membantu sesama. Pikiran-pikiran mereka juga tidak siap untuk melihat pandangan-pandangan lebih dalam atas pengalaman-pengalaman terdahulunya. Mungkin ini adalah point utama dari panel relief ke-2 (ll-2), dimana Budha nampak tak terlihat. Hanya terlihat singgasananya yang kosong. Para pengunjung candi mungkin diberitahu bahwa hal itu berarti mereka harus mempersiapkan diri secara mental untuk pandangan-pandangan baru. Harus siap untuk meninggalkan mental kebiasaan dan cara melihat dunia sebelumnya dan memberijalan bagi pengalaman-pengalaman baru yang akan ditunjukkan oleh relief-relief selanjutnya.

Pada relief terakhir, sebelum seseorang menyelesaikan hingga ujung tenggara, seorang Bodhisatwa Mansjuri terlihat duduk disinggasananya. Dia memutuskan untuk pergi ke dunia manusia di sebelah selatan. Nama tempatnya seperti tertulis dalam naskah berada di India selatan. Dia tinggal disebuah bangunan agama disebelah timur kota dimana orang-orang berdatangan untuk memujanya, termasuk pemuda Sudhana, yang namanya berarti “Kekayaan Yang Baik- Good Wealth". Mansjuri berkata ketika Sudhana lahir orang tuanya banyak mendapat perhiasan dirumahnya secara ajaib. Ketika Mansjuri akan meninggalkannya, Sudhana memohon supaya diberikan petunjuk untuk menuju kesempurnaan dan memahami “Pengetahuan Halilintar -Thurderbolt of Knowledge” yang dapat menghancurkan (shatter) prasangka (preconception) yang membebani manusia dan membuatnya terus maunya sendiri (ignorant). Mansjuri memberitahu Sudhana untuk mencari seorang biksu yang tinggal di sebuah gunung dekat sebuah pedesaaan. Di panel ini Sudhana terlihat berdiri disebelah kanan dan Bersama-sama beberapa orang. Tetapi orang-orang tersebut tidak pernah disebutkan dalam naskah, dan tidak pernah muncul dalam ilustrasi di China maupun Jepang. (II.16)

Panel dalam sisi sebelah selatan menggambarkan Sudhana yang mengunjungi guru pertama yang disuruh oleh Mansjuri untuk mencari petunjuk-petunjuk. Naskah yang ada tidak pernah menyebutkan cara perjalanan dan alat transportasi Sudhana. Tapi dalam candi Borobudur digambarkan bepergian Sengah beberapa cara : berjalan, dengan sebuah kendaraan kursi, naik gajah, dan kereta. Mungkin sekali gambaran demikian adalah versi Jawa. Kelanjutan gengunjungi 45 guru hanya disebut sekali dalam naskah, tapi di Borobudur digambarkan 2 kali. Mungkin ini dilakukan agar jumlah panel antara kunjungan Maitreya setelah para guru-guru tersebut hingga mencapai istana sorgawi jadi 110 buah. Salah satu bagian naskah menyebutkan bahwa dia hanya mengunjungi 110 guru, tetapi sesungguhnya hanya digambarkan 45. Sehingga supaya jumlah kunjungan sesuai dengan total ideal, maka pemahatnya membuat Sudhana mengulangi ziarah keseluruhannya. Salah satu pelajaran yang ingin ditunjukkan adalah sesorang tidak seharusnya mengharapkan akan memperoleh pencerahan dari satu kunjungan atau dari satu sumber. Guru Sudhana adalah wanita, laki-laki dan anak-anak sekaligus juga makhluk sorga. Setiap orang bisa memperoleh pencerahan, tak ada petunjuk bahwa kebijaksanaan hanyalah untuk golongan kaum elite saja. Tetapi naskah yang ada sering menjelaskan bahwa tiap-tiap orang berbeda kapasitasnya dalam memahami ajaran-ajaran Budha, dan ajaran tersebut harus diterapkan dalam ingatan para murid. Oleh karena itu Borobudur tidak diperuntukkan hanya untuk murid agamis yang berpengalaman (learned) tapi juga untuk para pengunjung yang dapat mencapai tingkatan candi. Mereka perlu untuk memiliki pikiran yang terbuka agar memperoleh keuntungan dari ajaran-ajaran pada relief dalam galeri-galeri bagian atas.

Dalam perjalanan pertamanya, para guru Sudhana adalah manusia; biksu (ll.17, ||.18, II.19, ll.22), dokter (ll.20), resi (ll.24), orang awam (laity) (ll.29), biksuni (II.33), raja (ll.35-36), pertapa (||.39), dan pangeran - bahkan juga orang-orang biasa seperti pedagang seperti ayahnya, nakhoda kapal (|i.40)., dan bahkan seorang anak kecil (ll.27), Sudhana juga memuja stupa (“.45). Perjalanan Sudhana berlanjut hingga keselatan hingga dia bertemu 2 makhluk dewata. Pertemuan mereka diletakkan pada diujung selatan. Salah satunya adalah Bhodisatwa Avalokitesvara (|l.47) yang tinggal digunung Potaloka. Satunya adalah Siwa, dewa Hindu yang paling populer di Jawa (|l.48) yang ditemuinya sedang memberi pengajaran disebuah kota. Relief pertama yang dilihat setelah melewati sudut tersebut adalah kunjungan Sudhana ke beberapa dewi. Tak ada petunjuk yang jelas pada kita tentang identitas yang pasti dari guru-guru Sudhana pada masing-masing relief tersebut, tapi beberapa kemungkinan adalah termasuk Dewi Bumi - Earth Goddes (IMQ), istri Gautama

(ll.62), ibunya (ll.63). dan 8 Dewi Malam (II-57). Dewi-dewi Malam muncul dalam mimpi dan membangunkan orang serta memberitahu bahwa seseorang baru saja mencapai pecerahan (ll.67). Sudhana menemui mereka semua di Magadha. 2 duduk disebuah mandala mengelilingi Vairocana, 2 dalam mandala sekitar Budha yang dalam naskah disebut inrkanasi Vairocana dalam ujudnya sebagai manusia. Pada suatu relief digambarkan Sudhana mencapai “Sorga dari 33 raja" untuk melihat seorang dewi dan kemudian turun kebumi di Kapilavastu. Selanjutnya dia meneruskan ke selatan, mengunjungi banyak guru-guru, termasuk seorang tukang emas dan petani sederhana. Kunjungan terakhirnya adalah kepada seorang anak kecil laki-laki dan wanita yang mengirimkannya kepada Maitreya.

Selanjutnya mengikuti serangkaian relief tanpa Sudhana, mungkin menunjukkan transisi pada bagian lain naskah tersebut. Digambarkan orang berjalan diawan (ll.73), seorang Budha diapit 4 Bodhisatwa yang duduk diatas teratai (ll.74), memberi pengajaran (Il.75), dan sedang memuja (ll.76). Kemudian muncul lagi Sudhana dan mulai rangkaian kunjungan kedua kepada guru-guru termasuk pertapia, pedagang, Avalokitecvara (II.100-102) dan Siwa (ll.104). Ada juga gambaran Sudhana memuja Budha (Il.78,94) dan sebuah stupa (ll.96, 98). Pada galeri sisi timur, Sudhana mengunjungi lebih banyak dewi-dewi dan sejumlah orang yang tidak dapat diidentifikasikan. Dalam satu episode, Dewi Malam digambarkan duduk disebuah bangunan yang dihiasi oleh vajra (||.106). Ditempat lain seorang Bodhisatva bernama Vimaladhvaya digambarkan memperoleh pencerahan (II.113). Dalam 3 relief terakhir sebelum tangga naik (lll.126-128), dia tiba di istana emas Vairocana untuk melihat Maitreya, yang akan menjadi gurunya dalam rangkaian relief tingkat ke-3.

Cerita Gandavyuha berlanjut pada dinding utama tingkat ke-3. Semua panel dalam tingkatan ini pada kedua sisinya dialokasikan hanya untuk melihat satu tema; kunjungan Sudhana kepada Maitreya. Pada relief-relief timur sebelah kiri tangga naik, Sudhana memuja Maitreya (Ill.1), mendengarkan sebuah ajaran (lll.2), dan diberitahu bahwa sekarang dia boleh memasuki istana (lll.3). Maitreya membuka pintu gerbangnya hanya dengan tepukan (snapping) tangannya (lll.4), sebuah cara kuno di India dimana orang-orang dengan tepukan jari»jarinya sebelum memasuki kamar supaya orang didalamnya tidak terkejut. Simbolisasi tepukan jari-jari seseorang memiliki implikasi yang dalam.

Menurut beberapa tulisan, Budha memperoleh pencerahan ketika makhluk-makhluk dewata menepukkan jari-jarinya. Disini tepukan tersebut berarti baik membuka pintu maupun pengalaman-pengalaman pencerahan Sudhana akan didapat di dalam istana emas tersebut. Maitreya memberitahu Sudhana bahwa pintunya sekarang terbuka (II|.5) dan dia menaiki tangganya dengan senang - hati (MLB). Sudhana melihat-lihat sekeliling istana emas yang berisi banyak istana yang lain. (ll|.7). Maitreya memberi pelajaran yang lain (III.8-9). Berikutnya sejumlah panel-panel relief (|l|.8-1 9) yang artinya tidak begitu jelas, Mungkin menggambarkan petunjuk-petunjuk Maitreya kepada Sudhana untuk perjalanannya lebih lanjut.

Setelah memutari ujungnya, seseorang akan melihat lebih banyak lagi panel-panel yang menggambarkan petunjuk-petunjuk Maitreya kepada Sudhana. Kunjungan Sudhana kepada Budha Mansjuri (dibayangi dalam lll.12). Dia akan segera menjadi anak didik Bodhisatwa yang lain, Samantabadra (lll.16-19). Samantabadra menempati peranan penting dalam Borobudur, karena dia berada pada tingkatan tertinggi dari seluruh rangkaian narasi relief. Dia digambarkan dengan tangan kirinya memegang 3 bunga teratai yang sedang mekar.

Sekarang sampai pada sebuah rangkaian relief panjang yang ditujukan menggambarkan sejumlah hal. 20 panel pertama menggambarkan berbagai macam hiasan istana emas Vairocana. Disisi selatan meliputi bendera, bel-bel (lll.22), rangkaian permata (pear/s) (lll.23-24), perhiasan-perhiasan, jaring emas (lll.24 ?), pembakar dupa (lll.25), kaca cermin (lll.27), altar, bayangan pakaian-pakaian mahal (lll.29), pohon perhiasan (lll.30), dan baliho-baliho (lll.31 ). Perhiasan-perhisan yang disebutkan dalam istana emas berlanjut hingga sisi barat serta termasuk pohon-pohon pisang emas (lll.33), patung Bodhisatwa yang terbuat dari emas (Ill.34), burung-burung yang sedang berkicau (lll.35), teratai emas (lll.36), serta kolam teratai (lll.38). Selanjutnya mengikuti serangkaian relief-relief dimana Sudhana melihat kehidupan Maitreya dengan bertapa, bersifat welas asih (lll.44), memuja Budha (lll.45), dan melakukan yoga (lll.47). Banyak relief-relief dibagian ini yang sulit diidentifikasi dengan tepat. Pada satu sisi Maitreya muncul dalam sebuah dinasti memberi petunjuk pengikutnya (lll.59), ditempat lain dia muncul dalam ujud yang berbeda ketika dia memberi pelajaran kepada pembina abadi para dewa (lll.68). Dia meringankan (ease) penderitaan seseorang yang sedang dihukum dibawah tanah (lll.69), dan memberi makanan kepada roh jahat yang kelaparan (|ll.70).

Dia memberi pelajaran kepada beberapa makhluk hidup termasuk binatang (lll.71), manusia (lll.72), naga (l||.74), dan sekelompok dewa, raksasa, burung, dan manusia (HI-75). Panel sisanya di dinding utama galeri ke-3 (sisi timur hingga utara tangga masuk) susah untuk diinterpreasikan. Relief-relief tersebut menunjukkan Maitreya memberi pengajaran kepada kelompok-kelompok makhluk hidup lain yang mendekati pencerahan. 3 relief terakhir (IHSG-88) mungkin menunjukkan Maitreya dengan sekelompok Bodhisatwa sedang berdiskusi cara-cara artistik dan ilmiah demi kepentingan semua makhluk hidup; Maitreya dengan sekelompok Bodhisatwa yang akan mendapatkan pencerahan dalam sekali kehidupannya, dan Maitreya berjalan tanpa berhenti selama beribu-ribu abad.

Urutannya berlanjut pada dinding langkan galeri ke-3, sekali lagi dimulai dari timur tangga naik dan menuju ke selatan. Relief-relief tersebut dalam keadaan sangat rusak. Beberapa hilang sama sekali sementara yang lainnya tidak lengkap (fragmentary), bahkan beberapa tidak berurutan. Van Erp merenovasi bagian ini antara tahun 1907-1911, dia tidak mendapatkan petunjuk ini karena sumber cerita relief-relief belum diketahui. Mengejutkan bahwa hasil yang begitu akurat mengingat keadaannya saat lama pada sisi timur mulai dengan 2 tokoh, mungkin Sudhana yang berjongkok dan Maitreya yang berdiri. Reliefnya susah diinterpretasikan karena naskah yang dijelaskan disini sangat abstrak sekali. Bagian ini menyebutkan visi-visi kebodhisatwaan Sudhana bersamaan dengan suara ajaran doktrin tersebut. Disalah satu istana tersebut Sudhana melihat Maitreya sedang terlahir pada sebuah bunga teratai (MIB-35), dan mengambil 17 langkah sebagai pengulangan tindakan pertama Gautama.. Mungkin hal diatas digambarkan pada (lll.34); Jika demikian rekontruksinya menyelamatkan relief-relief tersebut. 2 orang laki-laki yang sedang berdiri disisi kiri mungkin dewa lndra dan Brahma, yang kabarnya melihat Sudhana berjalan. Relief selanjutnya mengambarkan penglihatan dimana Sudhana melihat bentuk-bentuk Budha (lll.47, 50), Bodhisatwa, makhluk-makhluk dewa lainnya, dan semua bentuk manusia duduk dibunga-bunga teratai. Dia juga melihat pohon emas dengan beberapa makhluk dengan mahkotanya (lllB.64, 66-67; 51 mungkin juga termasuk disini). (tllB.71) Rangkaian ini berlanjut ke langkan sebelah timur. Rangkaian ini menggambarkan hal-hal dimana Maitreya membantu mereka-mereka yang membutuhkan dalam kehidupannya sebelumnya, dimulia dengan kepalanya. Panel berikutnya agak susah diinterpretasikan, tapi nampaknya menunjukkan hadiah-hadiah berupa kain, perhiasan, dsb. Dalam lllB.80 dia menyerahkan sebagian dirinya untuk dimakan makhluk jahat. (lllB.84) Dia memberikan anaknya, (lllB.85) Istrinya, (lllB.86) setumpuk perhiasan, (lllB.88) keratonnya (atau mungkin seluruh kerajaannya).

Relief-relief selanjutnya bersambung pada langkan di tingkat 4. Relief pertama yang berada di ujung dekat tangga hingga sisi ujung tenggara menggambarkan lebih banyak tentang hadiah-hadiah dari Maitreya. (lVB.1) Hadiah pertama, kepada serorang Brahmana, adalah “Monarki Universal' - ditunjukkan dengan sebuah istana dan 7 tanda seorang raja, yakni seorang ratu, panglima, menteri, gajah, kuda, dan perhiasan pengabul harapan. (lVB.2) Dia memberikan mahkotanya kepada seorang pendeta. (IVB. 3-4) Relief-relief selanjutnya mungkln menggambarkan para pembatu, istana dan selir-selirnya, dantamannya. (lVB.5) Dia memberikan payung kebesarannya. (lVB.9-11) Hadlah-hadiah lain termasuk bunga-bunga, parfum-parfum, obat-obatan dan makanan. (lVB.14) Gazebonya, (lVB 16) piring kuningan berharganya. (lVB 17) dan conveyance (digambarkan dengan kereta).

Panel pada sisi selatan pada langkan tingkat ke-4 menunjukkan rangkaian perbuatan amal lainnya oleh Maitreya. (IVB 18) Melepaskan para 215: aplqaliia, (lVB 19) merawat seorang anak yang sedang sakit, (lVB 20) dan menunjukkan jalan yang benar kepada seorang pengembara yang tersesat. Menurut teks yang ada, panel berikutnya (IVB 21 ) seharusnya menunjukkannya sebagai seorang tukang perahu yang sedang menyebrangkan orang-orang melewati sebuah sungai, tapi disini nampak dia membawa mereka dengan fisiknya (lVB 22) Panel inimenggambarkan Maitreya sebagai sebuah kuda, menolong orang-orang dari sebuah pulau yang penuh dengan raksasa.

(IVB 24) Peziarah yang berada langkan dibagian barat melihat Maitreya sebagai seorang guru bijaksana, (lVB 28-29) sebagai seorang Budha, (lVB 33) yang sedang menghiasi monumen (ditunjukkan dengan sebuah stupa), dan (lVB 34) dapat menyelesaikan sebuah patung Budha. Relief-relief selanjutnya agak susah diterjemahkan. Catatan yang ada melukiskan Maitreya sedang mengajar, dan membandingkan perasaan-perasaan Sudhana terhadap seseorang yang sedang bermimpi mencari hal-hal tertentu. Salah satunyacadalah sebuah kuda yang indah, mungkin ditunjukkan dalam lVB 36 atau 38. yang lainnya menyebutkan tentang musik dan tarian (lVB 42).

Kemudian Maitreya muncul kembali dan membuyarkan semedi Sudhana dengan menjentikkan (snapping) jarinya lagi. Maitreya menyuruh Sudhana mencari Manjsuri sekali lagi. Tokoh tepat ditengah dalam 3 panel berikutnya (lVB 43-45) mungkin menunjukkan Manjsuri dengan selempang anak-anaknya menyilang di dadanya. (IVB 47) Sudhana mengucapkan selamat tinggal dengan melambaikan tangan kepada Maitreya. Dalam perjalanannya mencari Manjsuri, Sudhana melewati lebih dari 110 kota, (lVB 50) sedangkan dia masih berada 110 “liga” jauhnya, (lVB 51) Manjsuri merentangkan tangannya untuk mencapai kepala Sudhana. Mereka kemudian bercakap-cakap, tapi percakapan mereka hanya direkam sedikit saja.

Sekarang dimulainya bagian akhir dari kisah ini. Sudhana duduk, merenungkan tempat dimana Budha memperoleh pencerahan dan dia berharap dapat melihat Bodhisatva Samantabhadra. (lVB 52-53) Ketika dia sedang bersemadi, dia mulai mendapat pencerahan untuk mempersiapkan dirinya atas pemunculan Samantabhadra. Ini adalah 10 penglihatan atas tanah Budha, dimana (lVB 54) beberapa diantaranya memiliki kolam teratai. Penglihatan ini berlanjut hingga sekitar ujung sisi sebelah utara, dimana (lVB 61) kita melihat tempat pencerahan dan penNujudan-pewvujudan yang lain dari konsep-konsep yang lebih abstrak seperti orang baik hati. Satu penglihatan menggambarkan makhluk-makhluk hidup yang tersedot oleh Budha yang sedang semedi. (lVB 62) Kemudian Sudhana melihat 10 lampu bersinar terang, beberapa diantaranya dalam bentuk bunga dan (lVB 63) perhiasan, dan lainnya dalam bentuk yang susah untuk dibaca, seperti wewangian. Pada sisi timur tepat setelah pintu utara, (IVB 70 atau 71 ) Sudhana akhirnya melihat Samantabhadra duduk bersila didepan Vairocana. (IVB 72) Kemudian disusul oleh gambaran-gambaran luar biasa : (lVB 73) awan terbuat dari bunga-bunga wangi dengan dupa-dupa, pakaian-pakaian, permata-permata, perhiasan pengabul harapan, dan masih banyak lagi benda-benda duniawi dan sorgawi (celestial). Pada panel sisi timur laut, Sudhana akhirnya mencapai kesempurnaan atas 10 tingkat pengetahuan. (V3 81) Samantabhadra kemudian menyentuh kepala Sudhana, (lVB 82) Gambar 2 relief berikutnya menggambarkan para Budha dalam 4 mudra melambangkan 4 arah mata angin.

Mulai dari pintu timur, dinding pada tingkat ke-4, menggambarkan bagian akhir dari Gandavyuha. Sudhana telah melebur bersatu dengan Samantabhadra, dan mengucapkan sebuah janji. Dimulai dengansuatu Sikap pemujaan terhadap para Budha yang mewakili 10 arah mata angin (mungkin ditunjukkan oleh 10 Budha dalam panel IV1. Kemudian dia mengacu pada para Budha yang sedang duduk diantara para Bodhisatwa (IV 2-3), (IV. 5) berjanji memberikan persembahan - berupa bunga-bunga, (IV 6) rangkaian bunga, (IV 7) musik, dan (IV 9) payung-payung kepada semua Budha.

Sekitar ujung sisi sebelah selatan, relief pertama menunjukkan Samantabhadra duduk disebelah kanan sebuah stupa. Ini bisa merupakan persembahan dupa yang banyak hingga nampak seperti sebuah gunung seperti diceritakan dalam kitab. (IV 13) Lebih banyak Budha dan persembahan. Dalam kitab tertulis lebih banyak pujian-pujian terhadap keselamatan semua makhluk hidup. (IV 13) Samantabhadra berjanji memberi ajaran kepada makhluk-makhluk jadiojadian, (IV 32-33) makhluk-makhluk jahat, (IV 34) manusia, (IV 35) dan semua makhluk hidup.

Tidak sulit untk menghubungkan relief-relief pada dinding barat dan utara dengan bagian-bagian khusus dalam kitab tersebut. Sudhana membuat” beberapa keinginan suci untuk bertindak seperti “mengubah dunia menjadi bebas akan kewajiban (compulsion), perselisihan (aff/iction), dan delution, seperti bunga teratai yang terpisah dari air, seperti matahari dan bulan yang tak tersentuh diudara”, dan terus menjaga kebenaran ajaran para Budha.

Pada sisi timur, relief ini berakhir dengan perjalanan akhir Gandavyuha dimana Budha sendiri yang menceritakan Sudhana bahwa semua Bodhisatwa, pendeta Budha, dan murid-murid pilihan tersentuh (applaud) dan salut janji yang dibuat oleh Sudhana dan Samantabhadra (IV 72). Tak disangsikan lagi bahwa para peziarah yang telah mencapai tingkatan ini sekarang telah diidentikkan dirinya dengan Sudhana, dan merasa bahwa dengan keberadaan mereka, mereka juga memberikan kebahagiaan (cause of joy) kepada semua Budha.

Kita tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya tapi kita dapat membayangkan bahwa para peziarah akan naik ketingkat bundar pada bagian atas monumen Boorbudur. Disana perjalanan panjangnya berujung keberhasilan, dan kunjungannya ke Borobudur mencapai klimaksnya, mungkin dengan meletakkan sebuah persembahan sekitar sisi stupa paling besar ditengah.

 

Sidoarjo 28 July 2021

IRSAM PHOTOGRAPHY

(Photo Trip Organizer)


Comments